Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP NEWS

Menkeu Purbaya Tolak Penerapan Tax Amnesty Jilid Baru, Bisa Rusak Kredibilitas Pemerintah

25
×

Menkeu Purbaya Tolak Penerapan Tax Amnesty Jilid Baru, Bisa Rusak Kredibilitas Pemerintah

Sebarkan artikel ini
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Istimewa/Setpres RI)
toplegal

TOPMEDIA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa dirinya tidak mendukung wacana penerapan kembali program tax amnesty atau pengampunan pajak.

Alasan utamanya, kebijakan semacam itu jika dijalankan berulang kali berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan aturan pajak.

ROYALTI MUSIK

Purbaya menyebut, bila tax amnesty menjadi kebiasaan yang selalu dijalankan beberapa kali maka akan muncul sinyal yang salah ke masyarakat, bahwa melanggar aturan pajak bisa “dimaklumi”, karena akan ada momen “pengampunan” lagi di masa depan.

“Setiap berapa tahun kita mengeluarkan tax amnesty, sudah dua, nanti 3, 4, 5, … ya semuanya. Messagenya ‘boleh melanggar pajak’, nanti kita tunggu di tax amnesty. Itu yang enggak boleh,” tegas Menkeu, Jumat (19/9).

Baca Juga:  Inilah Sosok Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan Baru Pengganti Sri Mulyani

Daripada tax amnesty, Purbaya mengaku lebih memilih untuk memperkuat kepatuhan wajib pajak lewat regulasi yang ada.

Selain itu dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dengan pertumbuhan ekonomi yang sehat.

“Ketika ekonomi tumbuh kuat, penerimaan negara akan meningkat walau rasio pajak terhadap PDB (tax-to-GDP ratio) tetap atau hanya sedikit berubah,” jelasnya.

Menkeu yakin dengan memperbaiki sistem perpajakan internal agar lebih efisien dan adil, maka wajib pajak tidak merasa dibebani oleh kebijakan mendadak atau “surprise” dari pemerintah.

Sebaliknya bila tax amnesty diterapkan secara berkala, menurut Menkeu, maka kredibilitas pemerintah sebagai penegak aturan dapat diragukan oleh publik dan wajib pajak.

“Kewajiban membayar pajak secara penuh bisa diabaikan karena orang berpikir akan ada kesempatan pengampunan di masa mendatang,” paparnya.

Baca Juga:  Terus Berjuang! Pengusaha Ganti Nama Sound Karnaval, Berharap Stigma Negatif Sound Horeg Memudar

Selain itu, strategi jangka panjang untuk stabilisasi fiskal dan keuangan negara menjadi terganggu karena ketidakpastian tentang apakah kewajiban pajak akan tetap tegak.

Purbaya Yudhi Sadewa memilih untuk menolak tax amnesty jilid baru dan menegaskan lebih baik memaksimalkan instrumen yang sudah ada, memperbaiki kepatuhan pajak, serta menjaga konsistensi kebijakan fiskal.

Sementara itu, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajri Akbar, menilai bahwa tax amnesty yang dijalankan beberapa kali bisa menyemai budaya ketidakpatuhan pajak jangka menengah-panjang karena wajib pajak berpikir akan ada “pengampunan” di masa depan.

Selain itu ia menganggap kebijakan semacam ini tak adil, terutama terhadap rakyat kelas menengah dan kecil, yang sudah taat pajak tapi tidak mendapat “keistimewaan” seperti yang ditawarkan kepada wajib pajak besar atau mereka yang selama ini tidak patuh.

Baca Juga:  Donnarumma Resmi Tinggalkan PSG Usai Dicoret dari Skuad Piala Super UEFA

Sedangkan Bhima Yudhistira dari Center for Economic and Law Studies (Celios) menyampaikan bahwa tax amnesty baru mungkin tidak efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak bila penerapan sebelumnya belum menyelesaikan isu mendasar seperti data aset luar negeri, kepatuhan jangka panjang, sistem administrasi pajak.

Ia juga menyebut risiko moral hazard. “Wajib pajak bisa menahan laporannya atau asetnya, sampai nanti ada tax amnesty agar bisa dapat tebusan lebih murah.” (*)

TEMANISHA.COM