Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP NEWS

Tragedi SMA 72 dan Alarm Bahaya dari Dunia Game Online

11
×

Tragedi SMA 72 dan Alarm Bahaya dari Dunia Game Online

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Tragedi di SMA Negeri 72 Jakarta menyisakan luka mendalam sekaligus menggugah keprihatinan nasional. Dibalik insiden yang mengguncang dunia pendidikan itu, muncul wacana serius dari pemerintah untuk meninjau ulang keberadaan sejumlah game online yang dinilai berpotensi memberi dampak negatif bagi generasi muda.

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyebut pemerintah tengah mencari langkah tegas untuk menekan pengaruh buruk dari game online yang kini begitu mudah diakses.
“Kita masih terus berpikir bagaimana membatasi dan mencari jalan keluar terhadap pengaruh dari game online,” ujarnya usai menghadiri Rapat Terbatas di Kertanegara, Minggu (9/11/2025).

HALAL BERKAH
Salah satu game online yang kian meresahkan perkembangan remaja.

Menurut Prasetyo, beberapa permainan daring terindikasi memuat unsur kekerasan dan perilaku yang dapat mengikis nilai moral remaja. “Tidak menutup kemungkinan, ada hal-hal yang kurang baik di dalamnya, yang bisa memengaruhi generasi kita ke depan,” tambahnya.

Baca Juga:  Libur Panjang Maulid Nabi, Kemenhub Bakal Batasi Angkutan Barang

Dugaan itu kian menguat setelah ditemukan laras panjang mainan di lokasi kejadian, yang diduga berkaitan dengan kebiasaan sang pelaku bermain game berbasis simulasi perang. Temuan tersebut menjadi titik tolak bagi pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan distribusi game dengan konten kekerasan tinggi.

Salah satu game yang kini masuk dalam radar pengawasan adalah PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG). Permainan bergenre battle royale ini dianggap menampilkan penggunaan berbagai senjata api secara eksplisit, yang dapat dengan mudah dipelajari anak-anak.
“Misalnya PUBG. Di situ banyak jenis senjata dan cara penggunaannya bisa dipelajari dengan mudah. Itu tentu berbahaya,” ujar Prasetyo.

Ia juga menyoroti bahaya psikologis yang bisa timbul dari paparan kekerasan virtual. Tanpa pengawasan orang tua, anak bisa terbiasa melihat kekerasan sebagai sesuatu yang lumrah.
“Secara psikologis, ini bisa membuat anak merasa bahwa kekerasan adalah hal biasa,” tegasnya.

Baca Juga:  Purbaya Bakal Hukum Penggoreng Saham Nakal

Sementara itu, anak yang diduga terlibat dalam insiden di SMA 72 telah dipindahkan dari Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) ke RS Polri, lantaran membutuhkan perawatan intensif pascaoperasi di bagian kepala.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abdul Mu’ti, memastikan bahwa penanganan anak berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut kini berada di bawah kewenangan kepolisian.
“Terduga pelaku sudah dipindahkan ke Rumah Sakit Polri. Kami juga akan berkoordinasi dengan Kapolri untuk proses selanjutnya,” ujarnya saat menjenguk para korban di RSIJ Cempaka Putih.

Meski fokus utama pemerintah adalah pemulihan para korban, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa anak pelaku pun tetap harus mendapat perlakuan sesuai haknya.
“Pemulihan psikologis bukan hanya untuk korban, tetapi juga bagi anak yang terlibat. Ia tetap anak yang berhak atas pendampingan dan perlindungan hukum,” tegasnya.

Baca Juga:  Rencana Penurunan PPN Dihitung Ulang, Potensi Hilang Rp 70 Triliun per 1 Persen

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto, menambahkan bahwa kondisi anak tersebut kini mulai membaik. “Ia sudah sadar, tetapi masih menjalani perawatan bertahap di ruang ICU,” jelasnya.

Tragedi ini menjadi pengingat betapa rapuhnya batas antara dunia maya dan nyata bagi anak-anak. Di tengah gempuran hiburan digital, pemerintah kini dihadapkan pada dilema besar: bagaimana menjaga ruang bermain yang sehat tanpa menutup ruang kreativitas generasi muda. (*)

TEMANISHA.COM