TOPMEDIA – Entah apa yang ada di benak penumpang berinisial H saat berkata “ada bom” di penerbangan Jakarta-Medan dengan nomor penerbangan JT-308.
Pria yang merekam kejadian itu mengatakan bahwa rencana keberangkatan sejatinya pukul 17.20 WIB, namun karena ada kendala maka penerbangan tersebut tertunda beberapa saat.
Dilansir dari detiksumut, pria itu adalah Saut Boang Manalu, mengatakan bahwa seharusnya pukul 17.20 WIB sudah take off, diundur hingga pukul 19.20 WIB kata Saut.
Pria yang mengamuk itu berulang mengatakan “ada bom” dan beberapa kalimat tak pantas. Pramugari dan petugas ground mencoba menenangkan, namun ia terus mengumpat.
Lanjut Saut, “hanya sekitar beberapa menit setelah duduk semua penumpang, tiba-tiba ada yang mengamuk seperti yang viral di video, beberapa kali ia mengatakan ada bom” ucapnya.
Penumpang tampak panik dan bingung kata Saut menambahkan. “Kami semua kebingungan panik, ada juga anak-anak yang mulai menangis dan menjerit” ungkap Saut.
Situasi ketegangan ini berlangsung selama 1 jam. Kemudian para penumpang termasuk H dihimbau turun terlebih dahulu.
Saut menjelaskan dia dan penumpang lain memohon untuk diselamatkan. Kemudian seluruh petugas meminta penumpang turun, namun pria itu terus mengatakan ada bom.
Penumpang lain diminta masuk ke pesawat lain. Sedangkan H tidak terlihat lagi, pesawat kemudian terbang pukul 22.00 WIB.
“Kita diminta scan ulang lalu diarahkan ke pesawat lain, kalau tak salah pukul 22.00 dan tiba di Medan pukul 00.00 WIB.” terang Saut.
ANCAMAN PIDANA MENANTI
Dalam kajian hukum, bercanda atau tidak dengan mengatakan membawa bom memiliki jeratan hukum. Berikut uraian dari hukum online.
Bercanda Bawa Bom di Pesawat, Ini Sanksinya.
Bercanda bawa bom = perbuatan teror?
Sanksi hukum bercanda bawa bom di pesawat.
Pidana Bagi Penyebar Informasi Palsu Adanya Bom di Pesawat yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 03 Juli 2018.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya).
Ancaman Bom
Menurut hemat kami, walaupun diniatkan sebagai candaan, bercanda bawa bom di pesawat terbang secara lisan, berpotensi dianggap sebagai ancaman bom.
Apa itu ancaman bom?
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Permenhub 140/2015, ancaman bom adalah suatu ancaman lisan atau tulisan dari seseorang yang tidak diketahui atau sebaliknya, yang menyarankan atau menyatakan, apakah benar atau tidak, bahwa keselamatan dari sebuah pesawat udara yang dalam penerbangan atau di darat, atau bandar udara atau fasilitas penerbang, atau seseorang mungkin dalam bahaya karena suatu bahan peledak.
Perlu diketahui, jika terjadi tindakan melawan hukum berupa ancaman bom pesawat, maka keamanan penerbangan menjadi kondisi darurat (kondisi merah).
Menurut KBBI, yang dimaksud dengan teror adalah:
Usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.
Selanjutnya, definisi terorisme menurut Pasal 1 angka 2 UU 5/2018 adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Sedangkan tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan Perppu 1/2002 dan perubahannya.
Jadi, apabila penumpang yang bercanda atau memberikan informasi palsu tentang adanya bom di pesawat memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang sesuai dengan ketentuan di atas, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.
Apa sanksi hukum bercanda bawa bom di pesawat?
Penumpang yang bercanda bawa bom di pesawat berpotensi dijerat Pasal 8 huruf p Perppu 1/2002, yaitu:
Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, setiap orang yang memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu dan karena perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan.
Adapun Pasal 6 UU 5/2018 berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.
Kemudian, Pasal 600 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026, juga mengatur ketentuan yang sama:
Setiap orang yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang yang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, dipidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.
Jadi, selama memenuhi unsur-unsur pasal di atas, penumpang pesawat yang bercanda bawa bom dapat dijerat Pasal 8 huruf p Perppu 1/2002 jo. Pasal 6 UU 5/2018, atau Pasal 600 UU 1/2023.
Terhadap keberadaan pasal-pasal tersebut, dapat diterapkan doktrin lex specialis derogat legi generali, yang artinya hukum khusus menyampingkan hukum umum.
Dalam kasus hukum pidana, terdapat tindak pidana umum yang diatur dalam UU 1/2023, dan tindak pidana khusus yang pengaturan hukumnya berada di luar UU 1/2023.
Menyambung kasus hukum, tindak pidana khusus seperti tindak pidana terorisme (dalam hal ini bercanda bawa bom di pesawat) diatur dalam Perppu 1/2002 dan perubahannya. (*)