TOPMEDIA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyiapkan aturan baru registrasi SIM card menggunakan biometrik pengenalan wajah (face recognition).
Kebijakan ini digadang mampu memperkuat validitas data pelanggan dan mencegah penyalahgunaan identitas. Namun, di balik rencana tersebut muncul kekhawatiran publik mengenai keamanan data biometrik.
Banyak pihak menilai penggunaan wajah sebagai syarat registrasi berpotensi menimbulkan risiko kebocoran data pribadi jika tidak diatur dengan ketat.
Komdigi menjelaskan bahwa aturan biometrik merupakan penyempurnaan dari mekanisme registrasi sebelumnya yang hanya menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).
Sistem lama dinilai masih membuka celah kejahatan digital seperti penyebaran hoaks, judi online, SMS spam, dan penipuan.
“Registrasi biometrik wajah diperlukan untuk memastikan validitas data pelanggan dilakukan secara aman, efektif, dan efisien,” tulis Komdigi dalam pernyataan resmi.
Meski begitu, sejumlah pakar keamanan digital mengingatkan agar pemerintah menyiapkan regulasi perlindungan data yang lebih kuat.
“Biometrik adalah data sensitif. Jika bocor, dampaknya jauh lebih besar dibanding NIK atau KK. Pemerintah harus menjamin keamanan sistem sebelum aturan ini diterapkan,” ujar pakar keamanan siber, Andi Prasetyo, Senin (24/11/2025).
Aturan ini akan diterapkan secara bertahap selama satu tahun. Pada masa transisi, registrasi masih bisa menggunakan NIK dan KK, sementara biometrik wajah bersifat opsional. Setelah masa transisi berakhir, biometrik akan menjadi syarat wajib bagi pelanggan baru.
Kebijakan registrasi SIM card dengan biometrik wajah diharapkan mampu memperkuat keamanan digital nasional.
Namun, pemerintah juga dituntut memastikan perlindungan data pribadi masyarakat agar tidak menimbulkan masalah baru.
Dengan regulasi yang ketat dan sistem keamanan yang terjamin, aturan ini bisa menjadi langkah penting dalam membangun ekosistem digital yang lebih aman dan terpercaya. (*)



















