TOPMEDIA – Wanita satu ini bukan sembarangan. Adalah Ratu Tisha, ia baru saja menjadi pembicara di Science Symposium: Effective Management and Safeguarding of Major Sporting Event yang diselenggarakan oleh PBB dan NAUSS Riyadh.
Ratu Tisha tentu menjadi inspirasi wanita Indonesia dimana pun. Ia merupakan alumni salah satu kampus negeri terbaik di Tanah Air dan pernah punya jabatan strategis di induk sepak bola PSSI.
Ratu Tisha Destria bukan nama asing di dunia sepak bola Indonesia. Ia pernah menjadi sekretaris jenderal dan wakil ketua umum PSSI dan memiliki visi yang baik untuk kemajuan pembinaan sepak bola di tanah air.
Ia memiliki kinerja yang ciamik. Ratu Tisha pun diakui Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) yang menunjuknya sebagai Wakil Presiden AFF pada 2019.
Di balik kesuksesannya, wanita 39 tahun ini memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang mentereng.
Hal itu membuatnya bukan cuma dikenal sebagai sosok penting dalam sepak bola Indonesia, tapi juga perempuan yang menginspirasi.
Riwayat Pendidikan Ratu Tisha hingga Jadi Petinggi PSSI
Ratu Tisha Destria lahir di Jakarta pada 30 Desember 1985. Ia bersekolah di SMA Negeri 8 Jakarta, tempatnya menimbun kecintaan terhadap sepak bola.
Bakat managerial sepak bola dirinya terlihat saat masih remaja di SMA. Alih-alih menjadi atlet sekolah, Ratu Tisha memilih posisi manajer untuk tim sepak bola SMA Negeri 8 Jakarta yang sukses memenangi berbagai turnamen.
Kecintaannya terhadap sepak bola semakin tumbuh selama berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2004-2008.
ITB tak punya disiplin ilmu keolahragaan seperti kebanyakan kampus lain. Ratu Tisha pun kemudian menyelesaikan jurusan matematika selama di Bandung.
Meski begitu, Ratu Tisha selalu punya cara untuk dekat dengan olahraga favoritnya itu.
Saat menjadi mahasiswa, Ratu Tisha menjadi manajer PS ITB, tim sepak bola ITB yang saat itu tergabung dalam kompetisi internal Persib.
Dikutip dari laman ITB, Ratu Tisha menggabungkan kemampuan matematikanya dan olahraga setelah lulus dari Kampus Ganesha itu.
Tisha seorang pemikir, ia merupakan salah satu inisiator pembentukan Lab Bola, sebuah penyedia jasa manajemen data dan statistik sepak bola.
Tisha juga sempat bekerja di perusahaan minyak dan gas setelah lulus kuliah, hingga ia sering bertugas di luar negeri saat itu. Namun, ia berhenti pada 2013 karena mendapat beasiswa S2.
Ratu Tisha semakin dekat dengan sepak bola. Ia bukan melanjutkan studi di Harvard, Oxford, atau Stanford.
Ratu Tisha mendapat beasiswa FIFA Master: International Master in Management, Law, and Humanities of Sports di Eropa.
Ia melewati proses yang tidak pendek. Ia melewati proses panjang untuk mendapatkan beasiswa itu. Ia pertama kali melamar beasiswa FIFA Masters pada 2011, tapi ditolak.
Garis guratan dirinya membawa Ratu Tisha berkesempatan mengikuti berbagai macam konferensi sepak bola sebagai portofolionya. Usahanya pun tak sia-sia, ia diterima pada 2013.
Selama proses lamaran kedua, Ratu Tisha juga harus mengerjakan belasan esai soal olahraga yang sekaligus menguji wawasannya secara umum.
Tisha menjadi wanita Indonesia pertama yang mendapat beasiswa FIFA Master.
Ratu Tisha pun menjalani program setara S2 itu selama satu setengah tahun di tiga universitas berbeda di Eropa, yakni SDA Bocconi di Italia (manajemen), Universite de Neuchatel di Swiss (hukum), dan De Montfort University di Inggris (humaniora).
Tisha lulus dengan hasil memuaskan yaitu menempati peringkat ketujuh dari total 28 peserta. Setelah kembali ke tanah air, ia mulai “bergerilya” dalam sepak bola Indonesia.
2016, ia menjadi Direktur Turnamen Indonesia Soccer Championship (ISC) usai dirinya lulus dari pendidikan FIFA.
ISC sebuah kompetisi yang digelar untuk mengisi kekosongan turnamen imbas sepak bola Indonesia yang dibekukan FIFA sejak Mei 2015.
ISC cuma berlangsung setahun karena Liga Indonesia kembali digelar pada 2017 setelah sanksi FIFA dicabut.
Pada saat bersamaan dengan ISC 2016, Ratu Tisha juga dipercaya sebagai Direktur Kompetisi dan Operasional PT Liga Indonesia Baru (LIB).
Namun Tisha tak lama menjabat di operator Liga Indonesia. Sebab ia mundur usai terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PSSI pada Mei 2017 mendampingi Edy Rachmayadi.
Ratu Tisha juga mengisi jabatan Wakil Presiden AFF pada 2019. Setahun kemudian, ia mengundurkan diri dari kursi sekjen PSSI.
Ia sempat kembali ke PSSI sebagai Wakil Ketua Umum periode 2023-2027. Namun, ia dicopot pada September 2025 oleh Erick Thohir.
Saat menjadi Sekjen PSSI, Ratu Tisha memiliki peran dan andil penting di balik kedatangan Shin Tae-yong ke Indonesia.
Asosiasi Sepak Bola Korea (KFA) jadi jembatan antara Ratu Tisha dan Shin Tae-yong. Tisha berpesan ke KFA agar Shin Tae-yong menghubunginya jika tertarik melatih Timnas Indonesia.
Shin Tae-yong mengambil kesempatan itu untuk bertemu dengan PSSI pada November 2019. Bertepatan dengan pertandingan Timnas Indonesia melawan Malaysia di Kualifikasi Piala Dunia 2022.
Pada akhirnya, Shin Tae-yong menerima tawaran PSSI dan resmi diperkenalkan sebagai pelatih Timnas Indonesia pada 28 Desember 2019.
Pilihan Ratu Tisha dan PSSI untuk mendekati Shin Tae-yong tak salah. Meski belum juara, ia meningkatkan kualitas Garuda.
Ia mengantarkan Indonesia jadi runner-up Piala AFF 2020, meraih perunggu SEA Games 2021, runner-up Piala AFF 2023, hingga mendongkrak peringkat FIFA.
Saat Shin Tae-yong tiba, Indonesia ada di urutan 173 ranking FIFA. Dalam waktu sekitar empat tahun, Shin Tae-yong membawa Garuda naik 48 tingkat ke posisi 125.
Selain itu, Ratu Tisha juga berperan dalam penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2021. Namun sayang hajat itu gagal digelar akibat banyaknya penolakan dari dalam negeri karena keterlibatan Timnas Israel.
Ratu Tisha mempresentasikan kesiapan Indonesia dalam FIFA Council Meeting di Shanghai, China, pada Oktober 2019.
Presiden FIFA Gianni Infantino lalu menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 2021, yang baru digelar pada 2023 karena Covid-19. (*)