TELEPON rumah kini tak pernah berhenti berdering. Satu per satu anggota arisan menagih giliran, menuntut Mama untuk segera membayar setoran.
Suara-suara tajam terdengar dari seberang. “Kalau Ibu tidak segera setor, nama baik keluarga Brajantara akan jadi bahan gosip di seluruh kota!”
Di kantor, karyawan mulai bergunjing. Gosip miring pun menyebar dengan cepat. “Uang perusahaan dipakai untuk arisan tas dan perhiasan.”
Sementara, vendor lama menolak mengirim material sebelum pembayaran lunas. Bahkan, bank yang dulu begitu mudah memberi kredit kini menolak pengajuan pinjaman dari Brajantara.
Malam itu, suasana rumah penuh ketegangan. Bram membanting tumpukan tagihan ke meja.
“Ini gila, Ma! Total hutang arisan sudah hampir setengah miliar. Dari mana Mama mau bayar?”
Mama hanya bisa terisak. Ia menutupi wajahnya dengan tangan. “Mama tidak bisa mundur, Nak. Kalau mundur, Mama dipermalukan, Mama dianggap kalah. Semua orang akan menertawakan kita.”
Bruno ikut angkat suara, wajahnya merah menahan marah. “Ma, apa lebih penting gengsi Mama, atau hidup ratusan karyawan kita? Proyek jalan baru saja berhenti karena dana operasional tidak ada!”
Sedangkan Papa hanya duduk diam dengan wajah muram. Ketika akhirnya berkata kata, suaranya berat. “Ini salahku juga. Aku membiarkan Mama terlalu larut. Tapi sekarang semua sudah terlanjur.”
Aku, Brina, hanya bisa menatap Mama dengan hati yang hancur. “Ma, lihatlah sekeliling. Tas, perhiasan, sepatu, semua ini tidak ada nilainya dibandingkan nama baik kita yang runtuh. Apa Mama rela menghancurkan perusahaan hanya demi arisan?”
Air mata Mama mengalir deras. Ia tidak lagi bisa menjawab cecaran pertanyaan dari kanan kirinya. Dan, keheningan itu lebih menusuk daripada teriakan mana pun.
Di luar sana, kabar sudah menyebar ke kalangan bisnis. Brajantara Group kini dikenal bukan lagi sebagai perusahaan konstruksi yang kuat, tapi sebagai korban dari kemewahan semu.
(Bersambung ke Series 4: Perusahaan jatuh ke jurang kebangkrutan, tuntutan hukum dari vendor berdatangan, keluarga menghadapi kenyataan pahit)