Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
EDUTECHTOP NEWS

AI di Antara Simpangan Hak Kekayaan Intelektual

35
×

AI di Antara Simpangan Hak Kekayaan Intelektual

Sebarkan artikel ini
Foto: Instagram borisrehlinger
toplegal

TOPMEDIA – Kehadiran AI (Artificial Intelligence) belakangan akan mengancam segala sendi dan aspek penggunaan tenaga manusia.

Kehadiran teknologi ini perlahan menggerus peradaban manusia.

TOP LEGAL PRO

Adalah Boris Rehlinger, seorang pengisi suara berbahasa Perancis untuk Ben Afflect, Joaquin Phoenix, dan Pisa In Boots, Boris adalah sosok penting di belakang layar.

Boris saat ini berjuang untuk menjaga karyanya tetap eksis ditengah gempuran AI. “Saya merasa terancam meskipun suara saya belum digantikan oleh AI” ujar Boris seperti dilansir Reuters.com.

Boris menjadi garda bersama inisiatif Perancis, TouchePasMaVF menjaga dan melindungi sulih suara dari kecerdasan buatan itu.

Boris mengatakan bahwa terdapat tim profesional, aktor, penerjemah, direktur produksi, dan teknisi suara guna memastikan pada penonton hampir tak menyadari bahwa ada aktor berbicara dibalik layar dalam bahasa yang berbeda.

“Platform streaming seperti Netflix sangat bergantung pada sulih suara seperti “Squid Game” dan “Lupin” membuat permintaan meningkat,” ujar Boris.

Baca Juga:  Pajak 0,5 Persen untuk Seller Online Resmi Berlaku, UMKM Diminta Siap Hadapi Tantangan Baru

Terdapat 43% pemirsa di Jerman, Perancis, Italia, dan Inggris lebih menyukai alih bahasa ketimbang teks terjemahan menurut riset konsumen GWI.

Pasar ini diperkirakan tumbuh 4.3 miliar dollar untuk tahun 2025, dan akan bisa mencapai 7.6 miliar dollar pada tahun 2033 menurut Business Research Insights.

Permintaan solusi berbasis teknologi ini membuat pertumbuhan begitu pesat. Platform bersaing untuk meraih pelanggan dan pendapatan.

Kemudian, persaingan pengiklan akan menekankan jangkauan yang akan semakin meningkat. Ini karena suara yang dihasilkan AI lebih canggih dan hemat biaya.

Kondisi ini membuat asosiasi industri pengisi suara Eropa meminta Uni-Eropa untuk memperketat regulasi guna perlindungan kualitas.

“Kita butuh undang-undang: Sama seperti mobil yang menggantikan kereta kuda, kita butuh peraturan jalan raya” analogi Boris.

Baca Juga:  Karier DJ Panda Terancam Usai Isu Kehamilan Erika Carlina, Klub Malam Ramai-Ramai Putus Kerja Sama

Bukan hal baru kekhawatiran industri perfilman akan kemungkinan tegantikannya pekerjaan manusia dengan teknologi ini.

AI telah menjadi fokus Hollywood sejak kerusuhan buruh di tahun 2023, yang menjadikan dasar baru penggunaan teknologi tersebut.

Ted Sarandos, Co-CEO Netflix mengatakan bahwa dalam bulan ini Netflix menggunakan AI generatif untuk menghasilkan efek visual untuk kali pertamanya di serial “El Eternauta”.

GenAI juga telah diuji menyingkronkan gerakan bibir aktor dengan dialog yang dialihbahasakan. Untuk meningkatkan pengalaman menonton.

Percobaan ini mengandalkan pengisi suara lokal dalam dialog, alih-alih menggunakan AI untuk menerjemahkan suara pengisi layar ke bahasa lain.

SAG-AFTRA sebuah serikat aktor mengizinkan sukih suara seperti itu dalam sebuah kontrak. Izin itu termasuk dari bahasa asing ke bahasa inggris. Kontrak ini menyebutkan bahwa setiap aktor menyediakan jasa sulih suara untuk dibayar.

Baca Juga:  Pemkot Surabaya Bagikan Seragam dan Beasiswa ke Ribuan Siswa SMA/SMK Penerima Program Pemuda Tangguh

DAMPAK PADA HAKI (HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL)

Kehadiran AI akan menjadi persoalan pemetaan hak kekayaan intelektual manusia. Di Jerman, 12 aktor sulih suara ternama menjadi viral di Tiktok pada bulan Maret. Mereka berhasil mengemas 8.7 juta penayangan, atas kampanye mereka.

Dalam tayangan itu mereka mengampanyekan bertuliskan “Mari kita lindungi kecerdasan artistik, bukan kecerdasan buatan”.

Sebuah petisi keluaran asosiasi pengisi suara VDS mendorong pembuat undang-undang Jerman dan Uni-Eropa agar memperoleh persetujuan tersebut pada artis dan memberikan kompensasi yang adil.

Petisi itu ditandatangani 75.500 tanda tangan. Selain mendorong untuk kompensasi adil, diharapkan juga memberi label transparan pada konten yang dihasilkan.

Ketika hak kekayaan intelektual tidak lagi dilindungi, tidak akan ada seseorang memproduksi lagi. Hal itu dikarenakan artis akan beranggapan karya mereka akan dicuri kembali kata Cedric Cavatore. (*)

TEMANISHA.COM