TOPMEDIA – Komisi E DPRD Jawa Timur menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah provinsi tersebut.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per Oktober 2025, tercatat 2.113 kasus di Jawa Timur dari total 25.194 kasus secara nasional.
Angka ini menempatkan Jawa Timur sebagai salah satu provinsi dengan tingkat kekerasan tertinggi terhadap kelompok rentan.
“Ini menjadi perhatian serius kami di Komisi E. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya masalah moral, tapi juga menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan pemberdayaan masyarakat,” ujar Juru Bicara Komisi E DPRD Jatim, Rasiyo, dalam rapat kerja di Surabaya, Selasa (4/11/2025).
Untuk memperkuat upaya perlindungan, Komisi E DPRD Jatim merekomendasikan penambahan anggaran sebesar Rp5 miliar bagi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur.
Dana tersebut akan difokuskan pada penanganan kasus kekerasan, peningkatan kapasitas lembaga layanan PPA, serta pelatihan pemberdayaan ekonomi bagi perempuan kelompok rentan.
“Banyak daerah di Jatim yang belum memiliki sumber daya memadai untuk menangani kasus kekerasan secara cepat dan komprehensif. Anggaran ini diharapkan bisa memperkuat sinergi lintas sektor,” jelas Rasiyo.
Komisi E juga menyoroti meningkatnya kekerasan berbasis daring (online), terutama yang menimpa anak dan remaja perempuan.
Oleh karena itu, DPRD mendorong adanya program edukasi digital di sekolah serta pengawasan konten internet yang melibatkan keluarga dan masyarakat.
Rasiyo menambahkan bahwa pemberdayaan ekonomi dan pendidikan merupakan kunci dalam mencegah kekerasan berulang.
“Perempuan yang memiliki akses ekonomi dan pendidikan lebih baik cenderung memiliki kemampuan bertahan dan melapor ketika mengalami kekerasan,” ujarnya.
Komisi E DPRD Jawa Timur menegaskan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak harus bersifat preventif dan sistematis.
Selain memperkuat layanan seperti Rumah Perlindungan Sosial (RPS) dan SAPA 129, pemerintah daerah juga perlu memperluas akses ke program pelatihan wirausaha dan pendampingan psikososial bagi korban kekerasan.
“Rekomendasi ini kami sampaikan agar Pemprov Jatim dapat memperkuat fondasi sosial yang melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi,” pungkas Rasiyo.
Dengan peningkatan anggaran, edukasi, dan sinergi lintas sektor, diharapkan kualitas hidup perempuan dan anak di Jawa Timur dapat meningkat, sekaligus memperkuat kontribusi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) lprovinsi. (*)



















