Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP FIGURES

Dr. Eric Harianto, S.T., M.M., CIHCM, CMC, CIPA, CCD.,GA.: Dari Entrepreneur Tangguh ke Pencipta Sistem Optimalisasi Nasional

68
×

Dr. Eric Harianto, S.T., M.M., CIHCM, CMC, CIPA, CCD.,GA.: Dari Entrepreneur Tangguh ke Pencipta Sistem Optimalisasi Nasional

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Perjalanan menjadi seorang entrepreneur kerap dimulai dari hal-hal yang tak terduga. Begitu pula dengan kisah Eric Harianto. Laki-laki yang memiliki aura positif dan penuh semangat ini mengaku sejak muda memiliki semangat belajar yang tinggi dan meyakini bahwa proses belajar tidak akan pernah berhenti.

“Saya orang yang suka sekolah, karena menurut saya belajar itu tidak ada habisnya,” ujarnya membuka kisah.

HALAL BERKAH

Lulusan S1 Teknik Elektro Universitas Petra ini awalnya tidak secara khusus merencanakan terjun ke bidang teknik.

Saat masih di SMA, ia sebenarnya sudah mendapatkan beasiswa ke universitas di San Francisco, Amerika Serikat. Namun, krisis moneter pada tahun 1998 membuat nilai tukar dolar melonjak tajam dan rencana studinya ke luar negeri pun harus tertunda.

Akhirnya, ia memilih melanjutkan pendidikan di dalam negeri dan mengambil jurusan Teknik Elektro.

Gadai Aset Orangtua Demi Impian Punya Usaha

Memasuki dunia teknik tidaklah mudah baginya. Di awal kuliah, ia merasa pelajaran yang didapat cukup rumit dan banyak membahas soal energi serta sistem tenaga. Namun, semangat belajarnya tetap tinggi.

Bahkan, ketika masih di semester 3 tepat di usia 21 tahun, ia sudah berani mendirikan usaha pertamanya. Modalnya didapat dengan cara yang cukup berani yakni menggadaikan aset milik orang tua.

“Waktu itu saya sudah punya keinginan kuat untuk membangun bisnis sendiri,” kenangnya.

Semangat wirausahanya kian tumbuh ketika ia bergabung dengan Indonesia Managers’ Club, sebuah komunitas yang beranggotakan para pemimpin dan pengusaha dari Surabaya.

Di sanalah, ia bergaul dengan nama-nama besar seperti Mario Teguh, Tung Desem Waringin, Andri Wongso, hingga Dahlan Iskan. Meski menjadi anggota termuda di antara para pengusaha senior itu, lingkungan tersebut membentuk pola pikir dan keberaniannya untuk berwirausaha.

Setelah lulus kuliah, ia melanjutkan sertifikasi di PLN untuk mendapatkan sertifikat laik operasi yang dibutuhkan bagi tenaga profesional di bidang kelistrikan.

Sertifikasi itu kemudian membuka jalan baginya untuk menjadi assessor di salah satu perusahaan BTS (Base Transceiver Station). Pengalaman ini memperluas wawasannya tentang manajemen sistem dan operasional proyek besar.

Tidak berhenti di situ, ia terus mengembangkan diri di dunia bisnis. Ia mendirikan perusahaan di bidang manufaktur dan printing packaging yang memproduksi berbagai produk alat tulis dan kebutuhan kantor.

Setelah bisnis pertamanya berjalan, ia kembali memperluas usahanya ke bidang lain, termasuk perbaikan dan perawatan fasilitas rumah ATM Bank Mandiri di wilayah Jawa Timur.

Dari sinilah ia menyadari bahwa latar belakang teknik yang dimilikinya ternyata menjadi fondasi kuat dalam memahami sistem, analisis dan manajemen bisnis.

“Ternyata, semua yang saya pelajari di Teknik Elektro itu relevan. Dunia bisnis pun butuh kemampuan manajemen dan pemahaman sistem,” tuturnya.

Perjalanan kariernya membuktikan bahwa menjadi entrepreneur tidak selalu harus berangkat dari latar belakang ekonomi atau bisnis.

Dengan kemauan belajar yang tinggi, keberanian mengambil risiko, dan jaringan yang kuat, siapapun bisa membangun jalan suksesnya sendiri, seperti yang telah ia lakukan dari dunia teknik menuju dunia wirausaha yang penuh tantangan dan peluang.

Perjalanan akademik dan profesionalnya berawal dari satu kesadaran sederhana bahwa mengelola manusia jauh lebih sulit daripada mengelola mesin.

“Ngatur orang itu lebih susah daripada beli mesin,” ujar laki-laki yang selalu tampil energik dengan ciri khas topi hitamnya.

Dari pemahaman tersebut, ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister Human Resource Management.

Melalui studi ini, ia belajar mendalam tentang bagaimana membuat KPI (Key  Performance Indicator) dan balance scorecard untuk mengukur kinerja organisasi.

Namun, setelah menyelesaikan pendidikan S2, ia merasa bahwa perjalanan ilmunya belum berhenti di situ. Ia mulai berpikir untuk menciptakan model kewirausahaan yang dapat menyatukan para entrepreneur agar saling berkolaborasi dalam satu sistem yang kuat dan berkelanjutan.

Sebagai seorang pengusaha yang telah jatuh bangun berkali-kali, Eric  memahami betul bahwa membangun bisnis tidak selalu berjalan mulus.

Ia pernah memiliki 80 karyawan, lalu kehilangan sebagian besar karena diambil pihak lain dan pada saat itu belum memiliki ilmu tentang management secara matang.

Baca Juga:  Universitas Ciputra Gandeng Saza Coffee Jepang Buka Peluang Magang Internasional

Ia juga mengaku pernah mengalami penipuan hingga 89 kali sejak pertama kali memulai usaha di usia 21 tahun dan jatuh bangun menjalankan bisnis. Namun semua pengalaman pahit itu justru menempanya menjadi pribadi tangguh dengan intuisi bisnis yang kuat.

“Dulu saya keliling Jalan Kedungdoro, nyebar kartu nama, ditolak berkali-kali, semua sudah pernah saya jalani,” kenangnya.

Dari proses panjang itu, Eric belajar bahwa menjadi entrepreneur sejati bukan hanya soal keberanian, tetapi juga tentang membangun sistem yang membuat usaha dapat bertahan tanpa bergantung pada satu orang serta memiliki visi dan mau melalui entrepreneurial process.

Kesadaran inilah yang membawanya melanjutkan pendidikan hingga jenjang Doktor (S3). Di tingkat ini, ia meneliti bagaimana seorang entrepreneur dapat menciptakan sistem bisnis yang memungkinkan banyak usaha berjalan bersamaan secara efisien.

“Enterpreneur itu bukan hanya pengusaha, tapi pembuat sistem. Saya ingin memberikan wawasan ilmu kepada para pengusaha yang nantinya bisa membuat sistem menjadi holding yang dapat membuat impact sosial kepada masyarakat,” ujarnya.

Ia menulis disertasi berjudul corporate entrepreneurship yaitu menggabungkan entrepreneur yang memiliki satu visi dan misi mulia di dalam sebuah perusahaan untuk dapat mengembangkan corporate secara bersama sama dengan mindset entrepreneur.

Selama menempuh S2, ia sempat direkrut oleh Universitas Ciputra untuk mengajar di program Magister. Sejak itu, karier akademiknya terus berkembang hingga dipercaya membantu sebagai advisor di Yayasan Ciputra pendidikan untuk dapat mengembangkan sistem optimalisasi operasional di sekolah dan universitas.

Di sana, Eric banyak belajar dari para mentor hebat, salah satunya Prof. Dr. Ir. Denny Bernardus Kurnia Wahyudono M.M. Beliau kini menjadi guru besar dan inspirasi dalam perjalanan akademik Eric, serta mentor dalam mendalami ilmu corporate entrepreneur.

“Saat ini, saya berharap bisa menciptakan value untuk masyarakat dan juga para entrepreneur untuk bisa bersama sama meningkatkan jumlah entrepreneur di Indonesia yang ber-impact,” ungkapnya bangga.

Program Inkubasi UMKM Acceleration Startup 2025, inisiatif strategisdari Kementrian UMKM Indonesia.

Entrepreneur Harus Memiliki Social Impact

Lebih lanjut, Eric menegaskan bagaimana tetap survive sebagai entrepreneur. Menurutnya, entrepreneur masa kini harus memiliki konsep tiga A. Yaitu Agile (Lincah) yakni kemampuan untuk bergerak cepat dan menyesuaikan diri dengan perubahan.

Kemudian Ability (Kemampuan), yakni kompetensi yang memadai agar mampu mengeksekusi ide dengan baik. Serta terakhir, Adaptive, yaitu kepekaan untuk memahami arah perubahan, terutama yang datang dari konsumen.

Ketiganya menjadi bekal penting agar seorang entrepreneur mampu bertahan dan tumbuh dalam persaingan global.

”Orientasi pada keuntungan semata kini sudah tidak relevan. Era “profit, profit, profit” telah berlalu. Kini, setiap bisnis dituntut untuk  memberikan dampak sosial (social impact) yang nyata.”

“Tujuan entrepreneur adalah social impact. Ini menjadi sesuatu yang wajib. Kita harus bisa memberi impact,” tegasnya.

Dampak sosial tersebut tidak hanya ditujukan bagi masyarakat, tetapi juga bagi lingkungan. Upaya menciptakan lapangan kerja, menjaga keseimbangan ekosistem, dan mendukung keberlanjutan lingkungan merupakan bentuk nyata dari social impact yang terukur. 

Sebagai contoh, ia menyinggung bisnis pengembang properti. Ketika sebuah kawasan dibangun, otomatis tumbuh pula aktivitas ekonomi di sekitarnya, mulai dari pedagang kecil, penjaga parkir, hingga penyedia jasa.

“Kayak kita Ciputra, impact-nya ada satu perumahan ya ada yang jual kerai. Nah kalau ini ada tukang parkirnya, itu juga social impact. Itu yang disebut dengan circular economy yang harus dibangun,” ujarnya.

Dengan membangun ekonomi yang berputar dan saling menguatkan, sebuah bisnis tidak hanya menciptakan keuntungan, tetapi juga menumbuhkan kesejahteraan bersama dan menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.

Mengembangkan Optimalisasi di Semua Lini 

Selain aktif mengajar, ia juga menulis buku berjudul “Survival Startup” dan terlibat dalam berbagai proyek hibah pendidikan tinggi, termasuk Kedaireka dan program pengembangan UMKM berkelanjutan.

Kontribusinya di bidang penelitian membawanya menjadi salah satu tim riset pemerintah dalam pengembangan model bisnis dan kewirausahaan nasional.

Baca Juga:  Paula Badosa Mundur dari AS Terbuka 2025 Akibat Cedera Punggung

Keahliannya kemudian berkembang pada bidang optimalisasi sistem bisnis, sebuah konsep yang berbeda dari efisiensi.

“Kalau efisiensi itu mengurangi, tapi optimalisasi adalah bagaimana sistem bekerja maksimal tanpa mengorbankan performa,” jelasnya.

Ia mencontohkan sistem kerja di drive-thru McDonald’s, di mana satu orang mampu melayani pelanggan secara cepat tanpa kelelahan karena sistem yang terstruktur dengan baik.

Konsep optimalisasi ini kemudian diterapkan dalam berbagai proyek strategis, termasuk di holding perbankan BUMN seperti Bank Mandiri, BNI, dan BTN.

Salah satu gagasannya adalah integrasi operasional ATM antarbank yang kini dikenal lewat ATM bersama merah putih di jaringan ritel seperti Indomaret.

Tak berhenti di sektor perbankan, ia juga menerapkan konsep serupa di industri jalan tol melalui kolaborasi dengan salah satu alumninya yang menjadi founder Tol Driyorejo.

Dari proyek tersebut, optimalisasi sistem keamanan berhasil memangkas jumlah petugas hampir separuh yang dialihkan ke site lain tanpa mengurangi kinerja, bahkan mampu menghemat hingga miliaran rupiah per bulan.

Dari pengalaman panjang itu, ia menyimpulkan bahwa kekuatan sejati sebuah perusahaan bukan hanya terletak pada modal atau jumlah karyawan, melainkan pada sistem yang optimal, adaptif, dan berkelanjutan.

Ia kini terus mengembangkan model-model bisnis berbasis optimalisasi agar perusahaan Indonesia mampu bersaing secara global tanpa kehilangan nilai kemanusiaan dan integritas di dalamnya.

Memiliki Banyak Sertifikasi Nasional dan Internasional

Sebagai seorang akademisi sekaligus praktisi strategi, Eric Harianto akan menjadi Guru Besar Strategi Optimalisasi di Indonesia. Gelar tersebut bukan sekadar prestasi akademik, melainkan hasil dari perjalanan panjang yang penuh dedikasi, pembelajaran, dan kontribusi nyata di berbagai bidang.

Eric sudah mengantongi delapan sertifikasi profesional yang mencerminkan luasnya kompetensi lintas disiplin yang ia miliki.

Sertifikasi pertamanya berasal dari PLN, di mana ia mendalami dunia kelistrikan dan energi. “Kalau sudah masalah listrik, saya sudah hafal, saya bisa bangun pembangkit, cek listriknya ini bisa optimal atau belum,” ujarnya.

Ia bahkan mampu mengembangkan konsep pembangkit energi baru berbasis PV Cell yang bisa beradaptasi dengan cahaya matahari, serta berbagai inovasi di bidang energi hijau seperti biotermal dan biosirkular. “Pada tahun 2030, semua ini akan menjadi bagian dari green jobs,” tambahnya dengan optimistis.

Sertifikasi keduanya adalah Human Capital Management berskala internasional. Melalui keahlian ini, Eric mampu menyusun sistem penilaian kinerja, balanced scorecard, dan key performance indicators (KPI) untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia di berbagai institusi.

“Ini penting agar setiap orang bisa berdaya dan berkelanjutan di dalam organisasi,” jelasnya.

Tak berhenti di situ, Eric juga memiliki sertifikasi sebagai Certified Mediator and Conciliator (CMC), ahli dalam bidang negosiasi dan mediasi konflik. Sertifikasi ini berada di bawah pembinaan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie.

“Kami belajar bagaimana membaca kepentingan para pihak dan memahami arah komunikasi mereka,” ungkapnya.

Sertifikasi ini bahkan memberinya lisensi untuk menjadi pendamping dalam kasus peradilan bisnis sesuai bidang keilmuan yang dimiliki.

Keahlian ini membuatnya dipercaya menjadi asesor di Kejaksaan RI dan menilai lebih dari 300 jaksa di seluruh Indonesia.

“Saya satu-satunya orang manajemen yang diminta mengakses Kejaksaan. Itu sesuatu yang baru,” tuturnya bangga.

Ia bahkan kini menjadi mentor bagi sejumlah jaksa dan polisi muda. “Banyak di antara mereka yang masih saya bimbing hingga sekarang,” ujarnya.

Peningkatan Kompetensi Jaksa RI melalui Sertifikasi Mediator & Konsiliator, di Jakarta 21 September 2025.

Selain itu, Eric juga berperan sebagai asesor bersertifikat BNSP untuk menilai kompetensi profesional, termasuk dalam bidang negosiasi, mediasi dan talent scouting.

Ia menjelaskan bahwa kemampuan ini memungkinkan seseorang mengidentifikasi potensi dan kecocokan individu terhadap peran tertentu dalam organisasi.

“Ini berasal dari CIPA, biasanya posisi-posisi strategis itu kita bikin assesment, seperti bupati, gubernur, direktur, apakah cocok di posisi tersebut. Bahkan interview-nya nggak sekadar bertanya jawab saja, lebih dari itu, saya bisa mengkuantitafkan latar belakangnya apa, kelainannya apa, jadi saya punya alatnya. Testingnya lebih dari psikologis,” tambahnya.

Baca Juga:  Mental Health Day 2025 di Universitas Ciputra Surabaya Juga Ajak UMKM Unjuk Gigi

Eric juga menjadi assesor BKD DIKTI untuk dosen-dosen. “Makanya banyak beberapa tugas untuk membantu para dosen untuk bisa menuju ke jenjang yang lebih tinggi dalam jabatan fungsionalnya. Dari situ bisa meningkatkan Tridarma Pendidikan Tinggi yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat,” lanjut Eric. 

Sertifikasi lain yang tak kalah penting adalah Certified Contract Drafter yang membekalinya dengan pemahaman mendalam tentang hukum bisnis dan kontrak legal.

“Saya belajar bagaimana setiap kata dalam dokumen bisnis memiliki makna besar. Kesalahan kecil bisa berdampak besar,” jelasnya.

Sertifikasi ini bahkan memberinya lisensi untuk membuat draft kontrak kerjasama bisnis dan franschise untuk pengembangan perusahaan.

Dalam kiprah kelembagaan, Eric juga terlibat dalam pembelajaran dan pengembangan holding group Ciputra bersama tokoh-tokoh inspiratif seperti Pak Ci (Ir. Ciputra) dan putra putrinya.

Ciputra memiliki dua orang anak perempuan dan dua anak laki-laki. Yang perempuan bernama Rina Ciputra dan Junita Ciputra.

Rina Ciputra dengan suaminya Budiarsa Sastrawinata membangun di holding satu, Bu Junita Ciputra dengan suaminya Pak Harun membangun holding kedua, dan Pak Chandra Ciputra serta Pak Cakra Ciputra membangun holding tiga.

“Banyak ilmu yang dipelajari di corporate entrepreneurship di group Ciputra yang sudah sangat terbentuk dengan baik sistemnya,” kata Eric penuh semangat.

Di sisi lain, ia juga menjabat sebagai Deputi KADIN (Kamar Dagang dan Industri) bidang Ekspor, di mana perannya menjembatani para pelaku usaha dengan pasar global. Ia rutin berinteraksi dengan duta besar dan perwakilan luar negeri guna memfasilitasi investasi, serta membuka peluang kolaborasi lintas negara.

Salah satu kerja sama yang tengah dijajaki adalah proyek investasi geothermal bersama investor asal Selandia Baru. “Mereka tertarik karena potensi besar Indonesia di bidang energi terbarukan,” ujarnya.

Menutup daftar panjang kompetensinya, Eric juga memiliki sertifikasi Green Expert atau ahli dalam pembangunan ekonomi dan lingkungan berkelanjutan.

Salah satu mentornya di Kadin Jatim adalah pebisnis dan akademisi Prof. Dr. Drs. Tommy Stefanus Kaihatu, M.M. Ia aktif mengembangkan konsep Green Economy, Green Environment, dan Green Jobs, serta terlibat dalam berbagai asosiasi yang mendukung gerakan ekonomi hijau di Indonesia.

Menerima kunjungan Duta Besar Selandia Baru, Mr.Philip Taula, dalam rangka menjajaki peluang kolaborasi stategis Indonesia dan New Zealand.

Selain itu, ia juga menjabat sebagai Pengurus Pusat Mediasi Resolusi Konflik, di mana perannya mengembangkan para mediator di Indonesia agar bisa menjadi mediator profesional sesuai dengan bidang kepakaran masing-masing yang mengemban misi mulia yaitu mewujudkan perdamaian di setiap konflik.

Anggota dari Asosiasi Pusat Mediasi Resolusi Konflik saat ini berjumlah 1.100 orang yang terdiri dari berbagai bidang ilmu, di antaranya pengacara, polisi, jaksa, dokter dan banyak lagi bidang ilmu lain. “Mereka tertarik karena bisa menjadi mediator non hakim di pengadilan,” ungkap Eric penuh semangat.

Dengan segala kiprah dan keahliannya, Eric Harianto bukan sekadar seorang akademisi atau pengusaha. Ia adalah arsitek sistem yang menghubungkan energi, manusia, dan sumber saya berkelanjutan. Sosok yang menjadikan ilmu bukan sekadar pengetahuan, tetapi kekuatan untuk membangun bangsa dengan ekosistem pentahelix.

Dekat dengan Nahdliyin

Meski gelarnya sudah berderet dan kiprahnya tak diragukan lagi, Eric mengaku dekat dengan para Nahdliyin. Di antaranya pernah berguru dengan tokoh inspiratif Gus Dur (Presiden ke-4 RI KH. Abdurrahman Wahid).

Ia pernah membantu pengembangan minuman kemasan Santri yang diproduksi oleh satu pondok pesantren ternama di Jawa Timur, selain pernah mengajar di IAIN Mataram. Nusa Tenggara Barat (NTB). “Selama seminggu mengajar di sana, saya jadi dekat dengan anak-anak pantai, mengasyikan juga,” kenangnya.

Tak hanya itu, Eric juga dekat dengan beberapa pengasuh ponpes besar di Jawa Timur. “Saya senang memiliki banyak relasi, karena rezeki bisa datang dari mana saja. Hidup itu perjalanan dan ilmu bisa datang dari siapa saja,” tambahnya.

 

Di luar itu, Eric juga seorang family man yang mengutamakan keluarga meski dengan segudang aktivitas yang selalu padat. “Semua harus beres dulu di internal, baru kita bisa sukses di eksternal,” tutupnya. (Ayunda/Red)

TEMANISHA.COM