TOPMEDIA – Setelah bertahun-tahun mendominasi sudut-sudut kota dengan ekspansi agresif, Starbucks kini menghadapi masa transisi besar.
Perusahaan kopi global ini mengumumkan akan menutup sekitar 400 gerai di Amerika Serikat bulan ini, atau sekitar 1% dari total gerai mereka secara global.
Langkah ini merupakan bagian dari rencana restrukturisasi senilai USD 1 miliar (sekitar Rp 16,7 triliun), yang mencerminkan tekanan bisnis akibat inflasi, perubahan perilaku konsumen, dan persaingan yang semakin ketat.
Rincian Restrukturisasi dan Dampaknya
Dikutip dari CNN, Sabtu (27/9/2025), restrukturisasi Starbucks mencakup:
– USD 150 juta untuk pesangon 900 karyawan yang terdampak
– USD 400 juta untuk pelepasan dan penurunan nilai aset toko
– USD 450 juta untuk biaya sewa dan penyesuaian lokasi
– USD 400 juta dari total biaya merupakan pencatatan non-kas
– USD 600 juta akan dikeluarkan dalam bentuk uang tunai di masa depan
CEO Starbucks, Brian Niccol, menyatakan bahwa gerai yang ditutup adalah toko-toko yang tidak memenuhi ekspektasi pelanggan dan karyawan, atau tidak lagi menghasilkan keuntungan.
Perubahan Perilaku Konsumen dan Tantangan Lokasi
Menurut RJ Hottovy, analis dari Placer.ai, penurunan kinerja Starbucks dipicu oleh migrasi konsumen dari pusat kota sejak pandemi Covid-19.
Banyak gerai yang sebelumnya strategis kini berada di area dengan penurunan aktivitas bisnis, sehingga tidak lagi menguntungkan.
Selain itu, Starbucks menghadapi tekanan dari:
– Kedai kopi independen yang menawarkan pengalaman lokal dan harga bersaing
– Rantai baru seperti Blank Street Coffee dan Blue Bottle yang mengusung konsep minimalis dan efisien
– Operator drive-thru seperti Dutch Bros yang lebih fleksibel dan cepat dalam melayani pelanggan
Respons Konsumen terhadap Harga
Survei UBS terhadap 1.600 konsumen menunjukkan bahwa:
– 70% responden menyebut harga tinggi sebagai alasan utama mereka mengurangi kunjungan ke Starbucks
– Starbucks paling kesulitan menjangkau konsumen dengan pendapatan di bawah USD 100.000 per tahun
– Konsumen kini lebih selektif dan mencari alternatif kopi yang lebih terjangkau dan praktis
Prospek dan Strategi ke Depan
Meski menutup ratusan gerai, Starbucks tetap berencana membuka toko baru tahun depan. Namun, langkah ini harus diiringi dengan strategi yang lebih adaptif terhadap tren konsumen, efisiensi operasional, dan inovasi produk.
Restrukturisasi ini menjadi sinyal bahwa bahkan merek global seperti Starbucks tidak kebal terhadap dinamika pasar dan tekanan ekonomi.
Keberhasilan mereka ke depan akan bergantung pada kemampuan beradaptasi dengan lanskap bisnis yang berubah cepat. (*)