TOPMEDIA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji wacana kebijakan satu orang satu akun media sosial. Ide ini berawal dari usulan anggota DPR RI yang ingin menciptakan ruang digital lebih aman dari hoaks, penipuan, hingga penyalahgunaan akun anonim.
Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, menjelaskan bahwa kajian ini terkait dengan program Satu Data Indonesia. Fokusnya bukan membatasi jumlah akun, melainkan memperkuat tata kelola data lewat implementasi Digital ID atau single ID.
“Masyarakat tetap bisa memiliki lebih dari satu akun, asalkan semua terverifikasi dengan identitas digital yang valid,” jelas Nezar.

Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menambahkan bahwa anonimitas kerap dimanfaatkan untuk aksi penipuan dan pelanggaran hukum. Dengan single digital ID, setiap pengguna akan tetap terhubung dengan identitas asli mereka di dunia maya sehingga potensi penyalahgunaan bisa ditekan.
Beberapa opsi teknis untuk verifikasi, seperti penggunaan pengenalan wajah dan sidik jari, masih dalam tahap pembahasan.
Wacana ini pertama kali disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Bambang Haryadi, pada September 2025. Menurutnya, aturan semacam ini dibutuhkan untuk membatasi akun anonim dan akun palsu. Bambang bahkan mencontohkan sistem di Swiss, di mana satu nomor telepon bisa terintegrasi dengan berbagai layanan pemerintah maupun media sosial.
Namun, usulan ini menuai pro dan kontra. Sejumlah pegiat media sosial menilai kebijakan tersebut bukan solusi efektif untuk memberantas penipuan online maupun aktivitas buzzer. Mereka mengingatkan bahwa aturan ini berpotensi melanggar hak digital warga, sebab banyak orang memiliki akun berbeda untuk keperluan pribadi, pekerjaan, maupun bisnis.
Selain itu, para pelaku kejahatan digital juga dinilai masih bisa mencari celah dengan menggunakan identitas palsu atau layanan dari luar negeri untuk menghindari aturan tersebut. (*)