TOPMEDIA – Siapa band yang berhasil menjembatani generasi dari milenial hingga Gen-Z dalam skena musik swadaya (independent)? Jawabannya jelas: The Adams.
Di tengah derasnya arus tren dan gaya hidup Gen-Z, musik mereka justru mendapat tempat istimewa, menjadi standar “seberapa indie kah kita?” bagi para anak muda saat ini.
Pada era sebelum 2000-an, band indie identik dengan gigs sederhana, bersembunyi di sudut-sudut distro dan garasi, dan lebih mengarah pada musik komunitas.
Namun kini, panggung showbiz telah membuka pintunya lebar-lebar untuk menerima eksistensi band-band indie yang masih berkarya.
Hebatnya, para penonton hari ini dengan antusias menyanyikan lagu-lagu dari band yang sudah ada jauh sebelum era mereka.
The Adams yang beranggotakan Ario Hendarwan (Gitar, Vokal), Saleh Husein (Gitar, Vokal), Gigih Suryo Prayogo (Drum, Vokal), dan Setia Darmawan (Bass) menjadi band wajib bagi skena indie, terutama di Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa.
Musik mereka yang kental dengan nuansa indie rock dan power pop berhasil mewakili jiwa dan gairah anak muda.
Lirik-lirik yang ditulis dengan baik oleh para alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini membuat The Adams tak lekang oleh waktu.
Dibentuk pada tahun 2001 dengan nama awal Lonely Band, The Adams resmi berdiri pada tahun 2002.
Hingga kini, mereka telah merilis tiga album studio, yaitu The Adams, v2.05, dan Agterplaas.
Album-album ini tak hanya menjadi karya musik, tetapi juga menjadi penanda generasi. The Adams berhasil menjadi identitas skena musik indie dan menetapkan standar yang diikuti oleh anak muda hari ini.
Meskipun para personelnya adalah milenial, namun musik mereka berhasil menyentuh dan diterima dengan baik oleh Gen-Z. Bahkan hingga anak-anak Gen Alpha.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa karya yang otentik dan jujur mampu melampaui sekat-sekat usia dan menjadi warisan yang terus hidup. (*)