TOPMEDIA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menyusun rencana kuota impor bahan bakar minyak (BBM) untuk tahun 2026.
Dalam proses ini, badan usaha swasta diminta segera mengirimkan data kebutuhan mereka agar penetapan kuota dapat dilakukan lebih awal dan tepat sasaran.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menyampaikan bahwa sejumlah badan usaha swasta telah mulai mengirimkan data kebutuhan impor BBM untuk tahun depan.
“Kami sudah memulai persiapan untuk membahas kuota tahun 2026. Badan usaha swasta juga sudah mulai mengirimkan data untuk rencana tersebut,” ujar Laode dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Laode menambahkan bahwa data yang dikirimkan akan digunakan sebagai dasar penetapan kuota impor BBM secara nasional. Ia berharap langkah ini dapat mencegah terulangnya kendala distribusi dan pasokan seperti yang terjadi pada tahun 2025.
ESDM Tegaskan Tidak Ada Monopoli Impor BBM
Menanggapi isu yang beredar soal dugaan monopoli impor BBM oleh Pertamina, Kementerian ESDM membantah keras tudingan tersebut.
Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, menegaskan bahwa setiap badan usaha memiliki hak untuk mengimpor BBM secara mandiri, selama memenuhi persyaratan dan mendapatkan persetujuan dari pemerintah.
“Kalau ada istilah monopoli atau impor satu pintu, itu tidak benar. Badan usaha swasta bisa mengimpor sendiri kebutuhan BBM mereka untuk operasional SPBU,” ujar Anggia.
Ia menjelaskan bahwa pengajuan kuota impor BBM untuk tahun 2026 harus dilakukan pada Oktober 2025. Setelah melalui proses evaluasi dan penyesuaian dengan neraca komoditas nasional, Kementerian ESDM akan memberikan persetujuan resmi.
Mekanisme Penetapan Kuota Impor BBM
Penetapan kuota impor BBM dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk proyeksi kebutuhan energi nasional, kapasitas distribusi badan usaha, dan neraca komoditas yang disusun oleh pemerintah.
Neraca komoditas ini menjadi acuan utama dalam menentukan volume dan jenis BBM yang dapat diimpor oleh masing-masing badan usaha.
Kementerian ESDM juga menekankan pentingnya transparansi dan akurasi data dalam proses pengajuan kuota.
Badan usaha yang tidak mengajukan data tepat waktu berisiko tidak mendapatkan alokasi impor yang sesuai dengan kebutuhan operasional mereka.
Langkah Kementerian ESDM ini dinilai sebagai upaya mendorong persaingan sehat di sektor distribusi BBM. Dengan membuka peluang impor bagi badan usaha swasta, pemerintah berharap tercipta efisiensi harga, peningkatan layanan SPBU, dan pemerataan distribusi energi di seluruh wilayah Indonesia.
Sebelumnya, sejumlah asosiasi pengelola SPBU swasta sempat mengeluhkan keterbatasan akses terhadap pasokan BBM impor, yang dinilai lebih fleksibel dibandingkan pasokan dari produsen dalam negeri.
Dengan kebijakan baru ini, mereka diharapkan dapat merencanakan operasional lebih baik dan berkontribusi dalam menjaga stabilitas energi nasional.
Kementerian ESDM telah membuka pintu bagi badan usaha swasta untuk mengajukan kuota impor BBM tahun 2026 secara mandiri.
Pemerintah menegaskan tidak ada monopoli dalam proses impor dan akan menilai setiap pengajuan berdasarkan neraca komoditas nasional.
Dengan pengawasan dan perencanaan yang lebih awal, diharapkan distribusi BBM tahun depan berjalan lebih lancar dan adil bagi seluruh pelaku usaha. (*)