TOPMEDIA – Indonesia menapaki babak baru dalam pengembangan obat berbasis plasma. Melalui kerja sama dengan Korea Selatan, dua produk terapi penting untuk penyakit autoimun dan kondisi kritis kini resmi tersedia di Tanah Air.
Perusahaan patungan SKPlasma Core Indonesia (SKCI), hasil kolaborasi antara SK Plasma, anak usaha SK Group Korea, dan Indonesia Investment Authority (INA), meluncurkan dua produk unggulan, yakni SK GammaBio dan SK Albumin. Peluncuran ini bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) dan menjadi penanda keseriusan Indonesia menuju kemandirian produksi obat berbasis plasma. SK GammaBio merupakan imunoglobulin G intravena (IVIG) yang berasal dari plasma manusia. Terapi ini digunakan untuk menangani pasien dengan gangguan imunodefisiensi, penyakit autoimun, hingga infeksi tertentu. Sementara itu, SK Albumin berperan sebagai protein plasma penting bagi pasien dengan kadar albumin rendah, gangguan produksi albumin seperti pada penderita sirosis hati, serta kasus darurat seperti syok akibat perdarahan.
Keterlibatan INA dalam proyek ini mencerminkan peran strategis lembaga tersebut dalam mendorong investasi yang berdampak jangka panjang bagi ketahanan nasional. Melalui kerja sama dengan mitra global seperti SK Group, INA berupaya memperkuat sektor kesehatan sekaligus menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan bagi Indonesia.
Kolaborasi ini mulai berjalan nyata pada 21 Maret 2025, saat plasma yang dikumpulkan dari pendonor dalam negeri, melalui Palang Merah Indonesia (PMI) dan RSUP Dr. Sardjito, dikirim ke fasilitas SK Plasma di Korea Selatan. Plasma tersebut kemudian diproses menjadi produk obat derivat plasma (PODP). Ini menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya Indonesia memproduksi terapi berbasis plasma yang sepenuhnya berasal dari donor lokal.
Setelah melalui proses fraksionasi dan pengujian mutu sesuai standar internasional di Korea, plasma tersebut diolah menjadi SK Albumin dan SK GammaBio. Kedua produk ini dijadwalkan kembali ke Indonesia dan mulai dipasarkan pada akhir Desember 2025.
Langkah ini dinilai sangat strategis, mengingat kebutuhan terapi berbasis plasma di Indonesia terus meningkat, terutama untuk penanganan penyakit imun, gangguan hati, luka bakar berat, hingga perawatan intensif. Dengan memanfaatkan plasma dari dalam negeri, diharapkan ketersediaan obat menjadi lebih terjamin, aman, berkelanjutan, serta lebih mudah diakses dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan produk impor.
Tak berhenti di situ, SKCI juga tengah membangun fasilitas fraksionasi plasma berteknologi tinggi di Karawang, Jawa Barat. Proyek ini telah mencapai lebih dari 98 persen dan ditargetkan rampung pada akhir 2025, sebelum mulai beroperasi secara penuh pada akhir 2026.
Jika fasilitas ini beroperasi, Indonesia akan mencatat lompatan besar karena tidak lagi sepenuhnya bergantung pada impor produk obat derivat plasma. Produksi dalam negeri dengan plasma donor Indonesia diharapkan membuka jalan menuju kemandirian nasional, bahkan peluang ekspor di masa depan.
Selain memperkuat sistem kesehatan, proyek ini juga membawa dampak ekonomi yang signifikan. Mulai dari alih teknologi, penciptaan ribuan lapangan kerja, hingga pengembangan tenaga kesehatan dan biomedis Indonesia melalui program pelatihan di Korea Selatan, yang akan memperkuat kualitas sumber daya manusia di sektor kesehatan nasional. (*)
Tak Lagi Bergantung Impor, Indonesia Luncurkan Obat Autoimun Berbasis Plasma
Ayunda3 min baca
TOPMEDIA – Indonesia menapaki babak baru dalam pengembangan obat berbasis plasma. Melalui kerja sama dengan Korea Selatan, dua produk terapi penting untuk penyakit autoimun dan kondisi kritis kini resmi tersedia di Tanah Air.



















