TOPMEDIA – Di tengah badai kritik dan penjarahan yang menerpa sejumlah politisi, aktris senior yang kini menjabat anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka, justru memilih untuk bersuara. Alih-alih diam, ia buka-bukaan soal dua rekannya, Uya Kuya dan Eko Patrio, yang sedang menjadi sasaran amuk publik.
“Konyol sih, tapi mereka tulus,” ujar Rieke, memberikan gambaran yang sama sekali berbeda dari citra yang beredar di media. Dalam obrolannya bersama Denny Sumargo, Rieke tidak ragu mengakui ada “gestur” yang salah, namun ia bersikeras, ada sisi lain dari Uya dan Eko yang selama ini tidak terlihat.
“Aku Kehilangan Uya…”
Rieke memulai ceritanya dengan pengakuan yang menyentuh. Ia merasa kehilangan sosok Uya Kuya di parlemen. Di balik citra artisnya yang glamor, ternyata Uya adalah partner andal Rieke dalam mengadvokasi isu-isu kemanusiaan yang serius.
“Aku kehilangan Uya. Mas Uya itu partner-ku di Komisi 9 untuk mengadvokasi kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang dan masalah kesehatan,” kata Rieke, suaranya terdengar tulus.
Rieke menyayangkan aksi penjarahan yang menimpa Uya. Baginya, tindakan itu tak bisa dibenarkan. “Dia baru 10 bulan loh di DPR dan rumah itu bukan hasil dari DPR. Tapi kemudian terjadi penjarahan dan dianggap itu suatu yang wajar,” ujarnya, menyiratkan keprihatinan mendalam.
Eko Patrio dan Bang Juri
Tak hanya Uya, Rieke juga membela Eko Patrio. Ia setuju bahwa Eko mungkin dikenal karena kekonyolannya, tetapi Rieke bersaksi bahwa di balik itu ada ketulusan yang luar biasa.
Rieke kemudian menceritakan sebuah kisah yang membuktikan ucapannya. Ia mengisahkan bagaimana Eko, sebagai pimpinan komisi, justru sangat membantunya saat memperjuangkan hak ganti rugi tanah milik pelawak senior Mat Solar alias Bang Juri.
“Aku pengin cerita kasusnya Bang Juri itu aku di-support banget sama Mas Eko,” kenang Rieke. “Pelunasan tanah dan beberapa kasus ya, membongkar mafia pangan, membongkar mafia timah,” lanjutnya.
Rieke mengapresiasi Eko yang tidak pernah membatasi ruang gerak anggotanya untuk membongkar kasus-kasus besar, sebuah hal yang jarang dimiliki oleh seorang pimpinan.
Sebuah Pesan Menohok
Menutup perbincangannya, Rieke memberikan pesan yang sangat menohok. Ia menyindir betapa ironisnya, Uya dan Eko menjadi sasaran amuk massa, sementara para koruptor kakap justru bisa hidup aman tanpa gangguan.
“Sementara ada kasus-kasus korupsi besar lainnya yang orangnya juga, saya enggak nyuruh orang menjarah rumah dia juga misalnya,” sindirnya.
Rieke mengingatkan publik untuk tidak memukul rata semua anggota dewan. Ia juga mengutip sebuah pidato yang super nyelekit, “Bangsa yang besar itu adalah bangsa yang tidak bisa diintimidasi oleh pihak luar… dan saya juga ingin menambahkan… bangsa yang besar… juga bangsa yang tidak mengintimidasi rakyatnya sendiri,” tutupnya.
Rieke Diah Pitaloka memilih untuk tidak diam. Ia berbicara dari hati, membongkar sisi lain dari rekan-rekannya yang mungkin tidak pernah dilihat publik, dan memberikan perspektif baru di tengah gejolak yang sedang melanda. (*)