TOPMEDIA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa Gunung Lawu tidak termasuk dalam Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan tidak akan menjadi lokasi pengembangan proyek geothermal.
Penegasan ini disampaikan menyusul kekhawatiran publik terkait rencana eksplorasi panas bumi di kawasan yang dikenal memiliki nilai budaya dan spiritual tinggi.
Pemerintah menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam menjaga kelestarian lingkungan dan warisan budaya masyarakat sekitar.
Gunung Lawu, gunung berapi aktif yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan ketinggian 3.265 mdpl, sebelumnya sempat masuk dalam rencana pengembangan WKP pada 2018. Namun, setelah evaluasi menyeluruh, rencana tersebut resmi dihapus pada 2023.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyatakan bahwa tidak ada proses lelang maupun aktivitas eksplorasi di kawasan Gunung Lawu.
“Pemerintah berpegang pada prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (20/10).
Sebagai alternatif, pemerintah mengusulkan Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, sebagai lokasi potensial untuk Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE).
Lokasi ini dinilai jauh dari kawasan cagar budaya dan situs sakral. PSPE akan diawali dengan survei geosains untuk memetakan potensi panas bumi hingga 40 MW, cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik lebih dari 40.000 rumah tangga. Namun, Eniya menegaskan bahwa seluruh tahapan akan dilakukan secara transparan dan partisipatif.
“PSPE ini baru tahap survei awal. Tidak akan ada pengeboran sebelum hasil survei menyatakan aman dan tidak menyentuh kawasan sakral atau hutan konservasi,” jelasnya.
Pemerintah memastikan bahwa pengembangan energi panas bumi tidak akan mengorbankan nilai sejarah, budaya, dan spiritual masyarakat.
Dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan pemerintah daerah, pelaksanaan PSPE di Jenawi diputuskan untuk tidak dilakukan pada 2025.
Kementerian ESDM menegaskan bahwa proses audiensi, sosialisasi, dan diskusi terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum kegiatan eksplorasi dimulai.
“Kami ingin memastikan semua proses berjalan dengan penuh kehati-hatian dan dapat diterima semua pihak,” tutup Eniya. (*)