TOPMEDIA – Musisi sekaligus pencipta lagu, Pongki Barata, menyatakan dukungannya terhadap gelaran Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025. Ia menilai forum ini sebagai langkah penting menuju kemajuan industri musik Tanah Air.
“Harus didukung sepenuhnya dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Karena banyak pihak lintas kementerian yang terlibat, dan semuanya perlu bekerja bersama agar industri musik bisa benar-benar sukses,” ujar Pongki usai pembukaan KMI 2025 di Jakarta, Rabu (8/10).
Lewat forum tersebut, Pongki berharap berbagai persoalan pelik soal royalti musik dapat terurai dan menemukan solusi yang lebih transparan dan adil. Menurutnya, salah satu masalah mendasar yang perlu segera dibenahi adalah ketidakjelasan data distribusi royalti.
“Pihak yang berwenang harus bisa menjelaskan secara terbuka — kenapa angka yang dibayarkan bisa seperti itu. Selama tidak ada kesinambungan data di semua lini, wajar jika hal itu sulit dipahami,” tuturnya.
Dalam sesi konferensi panel yang digelar Kamis (9/10), Pongki dijadwalkan menjadi pembicara dan akan menyoroti pentingnya pembaruan sistem pencatatan lagu (log sheet) menjadi data digital. Ia menilai langkah ini penting untuk mendukung transparansi dan akurasi dalam sistem royalti.
Selain itu, Pongki juga mengingatkan pentingnya pembenahan metadata pada platform digital. Ia mencontohkan, perbedaan kecil dalam penulisan nama dapat membuat data tidak sinkron.
“Coba bayangkan, nama saya saja bisa ditulis ‘Pongky’ atau ‘Pongki’. Kalau tidak ada pusat data yang jelas, seperti nomor identitas tunggal, ya uang royalti bisa nyasar atau tidak sampai ke yang berhak,” jelasnya.
Lebih lanjut, Pongki menilai tantangan besar dalam sistem royalti tidak hanya soal teknis, tapi juga menyangkut kesadaran pelaporan penggunaan lagu oleh penyelenggara acara kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Menurutnya, transisi menuju sistem pelaporan digital sangat dibutuhkan agar data lebih akurat dan mudah diverifikasi. Namun, ia juga menyoroti adanya krisis kepercayaan (trust issue) antara penyelenggara acara dan LMKN.
“Masalahnya juga soal kepercayaan. Banyak penyelenggara yang enggan membayar royalti karena merasa tidak yakin uangnya akan sampai ke pencipta lagu. Saya dengar langsung dari salah satu penyelenggara besar yang bilang begitu,” ungkapnya.
Melalui KMI 2025, Pongki berharap seluruh pihak dapat duduk bersama mencari jalan keluar agar sistem royalti musik di Indonesia menjadi lebih tertib, adil, dan transparan. (*)