TOPMEDIA – Etos kerja warga Jepang memang tiada tara, namun workaholic ini juga menjadi perdebatan di negeri Sakura itu. Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi dikritik karena membuat stafnya mulai bekerja pada dini hari. Sikap Takaichi ini dinilai berlebihan.
Dilansir South China Morning Post, Jumat (14/11/2025), Takaichi disebut membuat stafnya mulai bekerja pada dini hari, tepatnya pukul 03.00 pagi waktu setempat.
Pada Jumat (7/11) pekan lalu, Takaichi tiba di kantornya pukul 03.00 pagi untuk menggelar rapat dengan para ajudannya guna mempersiapkan debat parlemen pertamanya.
Padahal, sidang komite anggaran itu dijadwalkan digelar di gedung parlemen Jepang pada pukul 09.00 waktu setempat pada hari itu.
“Saya ternganga ketika mendengar pukul 03.00 pagi,” kata seorang pejabat Jepang, yang tidak mau disebut namanya, saat berbicara kepada Fuji News Network.
PM Jepang ini diketahui pernah memiliki slogan ‘kerja bagai kuda’. Takaichi pernah berjanji untuk ‘bekerja bagai kuda’ setelah berhasil memenangkan pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal (LDP) yang membawanya ke kekuasaan.
Dengan adanya kabar mengenai bekerja pukul 03.00 pagi, tampaknya Takaichi tidak bercanda dengan ucapannya itu.
Belakangan di Jepang sedang marak kasus karoshi, atau kematian akibat kerja berlebihan. Jepang juga saat ini sedang berupaya melonggarkan batasan jam kerja maksimum.
Meskipun orang Jepang dinilai gila kerja, jam kerja dini hari itu mengejutkan banyak orang. Media lokal Jepang menyebutnya sebagai ‘sesi belajar pukul 03.00 pagi’.
Rapat Takaichi dengan para stafnya itu, seperti dikutip Kazinform News Agency, dilaporkan berlangsung selama tiga jam.
Kritik ke Takaichi
Takaichi dikritik oposisi. Kritikan terhadap Takaichi menyebut jam kerja dini hari itu memberikan beban yang tidak perlu terhadap stafnya.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat untuk Rakyat, Kazuyu Shimba, menegur PM Jepang karena mengabaikan kesejahteraan stafnya.
“Jika Perdana Menteri mulai kerja pukul 03.00 pagi waktu setempat, maka stafnya harus mulai bekerja pukul 01.30 atau pukul 02.00 pagi waktu setempat,” ucap Shimba dalam pernyataannya, seperti dikutip Chosun Daily.
“Orang-orang tidak bisa menghadapi itu secara fisik,” sebutnya.
Kritikan juga datang dari Mantan PM Jepang Yoshihiko Noda, yang kini memimpin partai oposisi utama, Partai Demokrat Konstitusional, menyebut keputusan Takaichi itu tidak masuk akal.
Noda mengatakan bahwa para pemimpin nasional seharusnya tidak mewajibkan para stafnya bekerja ketika semua orang sedang tidur.
Respons Takaichi
Takaichi bereaksi, ia yang saat ini tinggal di salah satu asrama parlemen di Tokyo, menjelaskan bahwa asrama tempat dia tinggal hanya memiliki mesin faksimili tua, yang memicu masalah logistik.
Dia mengatakan harus meninggalkan tempat tinggalnya lebih awal karena mesin faksimili itu tidak berfungsi, yang membuatnya tidak dapat meninjau materi debat tepat waktu.
Saat berbicara di parlemen, perdana menteri berusia 64 tahun itu menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami para stafnya.
Namun, dia menuturkan bahwa rapat dini hari itu diperlukan untuk menyelesaikan revisi dokumen pengarahan. (*)



















