TOPMEDIA – Legalitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia masih menjadi tantangan besar. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM dan Kementerian Koperasi dan UKM, dari sekitar 65 juta pelaku UMKM di Indonesia, hanya sekitar 5,5 juta yang telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
Artinya, lebih dari 59 juta pelaku UMKM belum mengantongi izin resmi. Mayoritas dari mereka bergerak di sektor perdagangan eceran dan kuliner, dua jenis usaha yang paling dominan namun paling rentan terhadap ketidakpastian hukum dan akses pembiayaan.
Jenis UMKM yang Paling Banyak Belum Memiliki Izin
Menurut data Kadin Indonesia per Desember 2024, sektor perdagangan besar dan eceran, termasuk reparasi kendaraan, mencatat jumlah UMKM terbanyak dengan 14.433.048 unit.
Meski mendominasi struktur ekonomi lokal, sektor ini juga menjadi yang paling banyak belum memiliki izin usaha.
Banyak pelaku usaha membuka toko kelontong, warung, atau kios tanpa mendaftarkan usahanya secara resmi.
UMKM di sektor kuliner dan akomodasi menempati posisi kedua terbanyak, dengan 6.400.667 unit.
Warung makan, kedai kopi, dan usaha katering rumahan sering kali beroperasi tanpa izin karena keterbatasan informasi, biaya, atau akses terhadap sistem perizinan digital seperti OSS (Online Single Submission).
Sementara UMKM yang bergerak di sektor industri pengolahan, seperti produksi makanan ringan, kerajinan tangan, dan pakaian sebanyak 4.164.542 unit .
Banyak dari mereka belum memiliki izin karena beroperasi dari rumah atau skala kecil yang dianggap tidak memerlukan legalitas formal.
Digitalisasi dan Pendampingan
Pemerintah melalui Kementerian Investasi dan Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong akselerasi penerbitan NIB melalui platform OSS berbasis risiko.
Sejak diluncurkan pada 2021, OSS telah menerbitkan sekitar 5,5 juta NIB, namun masih jauh dari target inklusi legalitas usaha nasional.
Program pendampingan, pelatihan digital, dan penyederhanaan proses perizinan menjadi fokus utama pemerintah untuk menjangkau pelaku usaha mikro di daerah.
Selain itu, pemerintah daerah didorong untuk aktif melakukan sosialisasi dan jemput bola agar UMKM lokal tidak tertinggal dalam proses legalisasi.
Sektor perdagangan dan kuliner menjadi tulang punggung UMKM Indonesia, namun juga paling banyak belum memiliki izin usaha resmi.
Ketimpangan ini berpotensi menghambat akses pembiayaan, perlindungan hukum, dan peluang ekspansi.
Pemerintah kini mempercepat digitalisasi perizinan dan memperluas pendampingan agar jutaan pelaku UMKM dapat beroperasi secara legal, aman, dan berdaya saing tinggi di pasar nasional maupun global. (*)