TOPMEDIA – Sektor ekonomi digital semakin mengukuhkan diri sebagai motor penggerak penting bagi penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, total penerimaan pajak dari sektor usaha digital telah mencapai Rp43,75 triliun per 31 Oktober 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyampaikan bahwa realisasi ini menjadi bukti bahwa ekonomi digital berperan signifikan dalam mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Realisasi Rp43,75 triliun menegaskan bahwa ekonomi digital telah menjadi salah satu motor penting penerimaan negara,” ujar Rosmauli melalui keterangan resmi DJP, Kamis (4/12).
Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus berupaya mengoptimalkan pemajakan sektor ini agar semakin adil, sederhana, dan efektif.
Penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp43,75 triliun tersebut masing masing berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 33,88 triliun.
Kemudian, pajak atas aset kripto Rp 1,76 triliun, pajak fintech (peer-to-peer lending) atau pinjaman online (pinjol) Rp 4,19 triliun, serta pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) Rp 3,92 triliun.
Untuk nilai setoran pajak PMSE dengan total sebesar Rp 33,88 triliun, jumlah tersebut terdiri atas setoran Rp 731,4 miliar pada 2020, Rp 3,9 triliun pada 2021, Rp 5,51 triliun pada 2022, Rp 6,76 triliun pada 2023, Rp 8,44 triliun pada 2024, serta Rp 8,54 triliun hingga 2025.
Sedangkan penerimaan pajak kripto yang terkumpul sebesar Rp 1,76 triliun berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, Rp 620,4 miliar penerimaan 2024, dan Rp 675,6 miliar penerimaan 2025. Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari pajak penghasilan atau PPh 22 sebesar Rp 889,52 miliar dan PPN dalam negeri sebesar Rp 873,76 miliar.
Pajak fintech juga telah menyumbang penerimaan sebesar Rp 4,19 triliun. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, Rp 1,48 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp 1,15 triliun penerimaan tahun 2025.
Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap BUT sebesar Rp 1,16 triliun dan PPh 26 wajib pajak luar negeri (WPLN) sebesar Rp 724,45 miliar, dan PPN dalam negeri atas setoran masa sebesar Rp 2,3 triliun.
Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan Pajak SIPP yang sebesar Rp 3,92 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp 402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp 1,12 triliun penerimaan tahun 2023, lalu Rp 1,33 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp 1,07 triliun penerimaan tahun 2025.
Rosmauli menambahkan, dalam upaya mengoptimalkan pemungutan pajak, DJP terus menambah daftar perusahaan asing yang wajib memungut PPN PMSE.
Sampai Oktober 2025, DJP telah menunjuk 251 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Ada lima perusahaan baru yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE.
Salah satunya adalah platform game daring populer, Roblox Corporation. Selain itu ada penyedia layanan cloud seperti Notion Labs, Inc., Mixpanel, Inc., MEGA Privacy Kft, dan Scorpios Tech FZE.
Dengan penunjukan baru tersebut, total perusahaan PMSE yang telah ditunjuk oleh pemerintah mencapai 251 perusahaan. Dari jumlah itu, 207 PMSE telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN.
“Penerimaan yang signifikan ini menjadi bukti bahwa instrumen pemajakan atas transaksi digital mulai berjalan efektif,” ujar Rosmauli.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melakukan satu pencabutan penunjukan pemungut PPN PMSE, yakni Amazon Services Europe S.a.r.l.
Rosmauli menjelaskan bahwa dari seluruh pemungut yang telah ditunjuk, sebanyak 207 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total sebesar Rp 33,88 triliun hingga 31 Oktober 2025. (*)



















