TOPMEDIA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebesar USD 0,20 atau USD 20 sen per kilowatt hour (kWh).
Kebijakan ini menjadi langkah strategis dalam mendorong investasi energi terbarukan berbasis pengelolaan sampah, sekaligus memperkuat komitmen terhadap teknologi ramah lingkungan.
Penetapan harga tersebut telah melalui kajian teknis dan reviu dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta disepakati oleh berbagai pihak terkait.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyatakan
bahwa harga USD 0,20 per kWh sudah cukup memberikan margin keuntungan bagi pelaku usaha PLTSa. Penetapan ini didasarkan pada dua kajian teknis yang telah direviu oleh BPKP.
“Perhitungan USD 20 sen itu sudah berdasarkan dua kajian, sudah direviu BPKP,” ujar Eniya di Jakarta, dikutip Kamis (18/9/2025).
Saat ini, pemerintah tengah menyelesaikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik. Revisi tersebut telah memasuki tahap akhir dan menunggu paraf dari Kementerian Keuangan dan Sekretariat Negara.
Salah satu perubahan penting dalam revisi Perpres adalah penghapusan tipping fee, yaitu biaya yang sebelumnya dibayarkan oleh pemerintah daerah kepada pengelola sampah. Menurut Eniya, skema tipping fee hanya berlaku untuk kontrak yang sudah berjalan berdasarkan Perpres lama. “Yang enggak ada tipping fee itu adalah yang revisi Perpres yang baru nanti,” jelas Eniya.
Sebagai gantinya, pemerintah daerah diwajibkan menyediakan lahan untuk pembangunan PLTSa serta menjamin ketersediaan sampah sebagai bahan baku (feedstock) selama minimal 20 tahun. Hal ini menjadi syarat utama dalam perjanjian kerja sama baru antara Pemda dan pengelola PLTSa.
Penetapan harga listrik PLTSa sebesar USD 0,20 per kWh dan revisi Perpres 35/2018 menjadi tonggak penting dalam pengembangan energi terbarukan berbasis pengelolaan sampah.
Dengan penghapusan tipping fee dan kewajiban penyediaan lahan serta feedstock oleh Pemda, pemerintah berupaya menciptakan skema investasi yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Kebijakan ini diharapkan mampu mempercepat pembangunan PLTSa di berbagai daerah, sekaligus mengurangi beban lingkungan akibat timbunan sampah. (*)