TOPMEDIA – Pemerintah mengambil pendekatan baru dalam menangani peredaran rokok ilegal di Indonesia. Alih-alih melakukan penindakan semata, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa strategi utama adalah pembinaan dan legalisasi melalui Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Kebijakan ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang yang tidak hanya menertibkan industri rokok ilegal, tetapi juga mendorong transformasi ekonomi lokal dan meningkatkan penerimaan negara.
“Untuk rokok, jadi nggak akan kita bunuh. Justru, bukan kita binasakan, tapi kita bina,” ujar Purbaya dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (3/11/).
Purbaya menyebut bahwa pemerintah telah mengirim tim untuk berdialog langsung dengan para produsen rokok ilegal, yang disebutnya sebagai “juragan-juragan rokok gelap”.
Tujuannya adalah mengajak mereka bergabung ke KIHT agar bisa beroperasi secara legal dan terpantau.
“Saya sudah kirim orang-orang untuk berdiskusi dengan siapa saja yang ketahuan namanya, supaya gabung ke kawasan KIHT,” jelasnya.
Kebijakan ini juga mencakup pengembangan tarif cukai khusus yang sedang dikaji. Meski belum final, Purbaya memastikan bahwa tarif tersebut akan adil dan tidak merugikan pelaku industri rokok legal. “Kita akan atur supaya jangan ganggu yang ada dan fair juga buat mereka,” katanya.
Menurut Purbaya, legalisasi rokok ilegal melalui KIHT akan memberikan keuntungan ganda. Produsen bisa beroperasi dengan tenang, sementara negara memperoleh tambahan penerimaan cukai.
“Kalau sudah masuk KIHT, pengawasan jadi lebih mudah. Kita bisa tahu mana rokok asing, mana lokal. Kalau campur, susah bedainnya,” tambahnya.
Pengembangan KIHT di Jawa Timur ditargetkan mulai berjalan pada Februari 2026, dan akan diperluas ke Madura.
Purbaya menyebut akan bertemu langsung dengan para pelaku industri di Madura untuk mendengar aspirasi mereka.
“Saya mau lihat seperti apa keberatannya. Tapi yang jelas mereka harus masuk ke tempat yang legal,” tegasnya.
Kebijakan integrasi rokok ilegal ke KIHT bukan sekadar penertiban, melainkan langkah strategis untuk membangun ekosistem industri tembakau yang transparan dan berkelanjutan.
Dengan pendekatan pembinaan dan dialog langsung, pemerintah berharap dapat mengubah pelaku industri informal menjadi bagian dari ekonomi resmi.
Transformasi ini diharapkan mampu memperkuat penerimaan negara, menciptakan keadilan fiskal, dan memperbaiki pengawasan produksi rokok di Indonesia. (*)



















