Scroll untuk baca artikel
TOP Legal Open House
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
EDUTECH

Momen Bung Karno Menjenguk Ki Hadjar Dewantara, Sang Bapak Pendidikan Nasional

×

Momen Bung Karno Menjenguk Ki Hadjar Dewantara, Sang Bapak Pendidikan Nasional

Sebarkan artikel ini
Bung Karno menjenguk Ki Hajar Dewantara. IG:jadoel.id.
toplegal

TOPMEDIA-Akun Instagram Jadoel.ig kembali menarik perhatian publik setelah mengunggah foto bersejarah yang memperlihatkan Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, saat membesuk Ki Hadjar Dewantara, pendiri Perguruan Taman Siswa.

Momen langka itu terjadi sekitar April 1959, pada masa Ki Hadjar tengah mengalami sakit parah.

HALAL BERKAH

Kedatangan Bung Karno tentu bukan sekadar kunjungan kenegaraan. Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai salah satu mentor penting dalam perjalanan pemikiran Bung Karno.

Keduanya memiliki hubungan yang erat dalam perjuangan memajukan pendidikan, pemikiran kebangsaan, dan arah Indonesia merdeka.

Tidak heran jika Bung Karno menjadikan sistem Sekolah Taman Siswa sebagai rujukan dalam merumuskan konsep “Sekolah Berkepribadian Nasional”, yang mengedepankan karakter, kebudayaan, dan identitas bangsa.

Taman Siswa dan Lahirnya Tokoh Besar Indonesia

Sejak didirikan pada 3 Juli 1922, Taman Siswa melahirkan banyak tokoh ternama yang berpengaruh besar dalam dunia seni, budaya, dan perfilman Indonesia.

Baca Juga:  5 Biang Keladi Penyebab Sensitivitas LCD Ponsel Menurun

Di antara lulusan dan murid yang pernah belajar di lingkungan Taman Siswa adalah Benyamin S., Ateng, sutradara besar Sjumandjaja, Rano Karno, S. M. Ardan, dan sejumlah nama penting lainnya.

Mereka tumbuh dengan pendidikan yang menanamkan cinta tanah air, pemikiran kritis, dan kesadaran budaya Indonesia.

Para lulusan Taman Siswa tidak hanya menjadi seniman atau pemimpin, tetapi juga pribadi-pribadi yang mampu berkarya tanpa meninggalkan akar budaya nasional. Sosok Benyamin S., misalnya, dikenal mampu menampilkan ciri khas Indonesia dalam setiap karya yang ia hasilkan.

Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Sebagai Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara memperkenalkan konsep pendidikan yang sangat visioner dan masih digunakan hingga kini, yaitu:

“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.”

Baca Juga:  Berkat Inovasi Pelajar Surabaya, “Radio Bung Tomo” Dihidupkan Kembali

Maknanya:

Ing ngarsa sung tuladha: Di depan memberikan teladan.

Ing madya mangun karsa: Di tengah membangun semangat dan inspirasi.

Tut wuri handayani: Dari belakang memberi dorongan dan motivasi.

Filosofi ini menjadi dasar pendekatan pendidikan Indonesia yang menempatkan guru sebagai figur teladan sekaligus pembimbing yang memberdayakan peserta didik.

Jejak Sejarah Ki Hadjar Dewantara

Di luar dunia pendidikan, Ki Hadjar Dewantara memiliki latar belakang keluarga bangsawan. Ia lahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, seorang pangeran dari Kadipaten Paku Alam Yogyakarta.

Kakaknya, Surjopranoto, dikenal luas sebagai tokoh pergerakan buruh dan sering memimpin aksi pemogokan pada masa perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1920–1935.

Kedua bersaudara itu memberikan kontribusi besar dalam menggerakkan kesadaran nasional dan memperjuangkan hak-hak rakyat melalui pendidikan dan organisasi.

Kunjungan Bung Karno: Momen Haru Dua Tokoh Bangsa

Baca Juga:  Pesona Megawati Muda di Perayaan HUT RI Tahun 1965

Ketika Ki Hadjar Dewantara jatuh sakit pada tahun 1959, Bung Karno datang menjenguknya. Momen pertemuan itu menjadi salah satu potret paling menyentuh dalam sejarah relasi dua tokoh bangsa.

Ki Hadjar disebut sangat bahagia melihat Bung Karno hadir.

Tatapannya yang penuh kerinduan seakan membawa kembali kenangan masa perjuangan bersama sahabat-sahabatnya: Dr. Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker (Setiabudi), trio pendiri Indische Partij yang dikenal sebagai pendobrak awal nasionalisme Indonesia.

Dalam keheningan dan rasa haru, air mata Ki Hadjar menetes perlahan. Ia menggenggam tangan Bung Karno erat, seolah menitipkan masa depan bangsa yang begitu ia cintai.

Pendidikan selalu menjadi pusat perjuangannya, sebagaimana tercantum dalam amanat konstitusi:

“Mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Momen itu bukan hanya pertemuan antara dua tokoh besar, tetapi simbol estafet perjuangan, dari sang pendidik bangsa kepada pemimpin bangsa.

TEMANISHA.COM