TOPMEDIA – Universitas Ciputra (UC) Surabaya menggelar acara Public Lecture & Seminar bertajuk Halal Beyond Religion: Legal Branding Framework & Contract Dispute Resolution of Halalpreneur.
Kegiatan tersebut mengajak para pelaku usaha dan mahasiswa mencari tahu bagaimana sinergi hukum, syariah, dan bisnis dalam membangun Halalpreneurship yang kuat dan berkelanjutan.
Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber yang membahas mengenai pentingnya sertifikasi halal secara legal dan keuntungannya dalam mengembangkan brand dengan legalitas halal.
Keempat narasumber tersebut yakni Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Dr. H. Ahmad Haikal Hassan, S.T., MT, Director of Halal Academy Seblak KH. Abdul Halim Mahfudz, Dosen Universitas Ciputra sekaligus CEO & Founder TOP Legal Group Dr. Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M., dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Dr. H. Ahmad Haikal Hassan, S.T., MT menjelaskan, saat ini halal telah menjadi ekosistem baru di Indonesia.
Namun, di beberapa negara halal telah menjadi salah satu prosedur penting yang harus diterapkan industri.
Salah satunya yakni China yang menjadi salah satu negara pertama yang produk halal, yakni sejak tahun 1980-an. Bahkan kini China menjadi negara yang paling banyak membuat produk halal, disusul Brazil dan Amerika Serikat.
“Di luar negeri, produk dengan label halal itu dianggap elite food, simbol kesehatan. Jadi bukan lagi soal agama, tapi jadi standar penting,” jelasnya.
Haikal menambahkan, di Indonesia halal kini menjadi standar penting yang berkaitan dengan transparansi, penelusuran, dan kepercayaan. Jadi produk dengan label halal itu memiliki prioritas sendiri bagi konsumen,” tuturnya.
Dosen Universitas Ciputra sekaligus CEO & Founder TOP Legal Group Dr. Anis Tiana Pottag, S.H., M.H., M.Kn., M.M menuturkan, halal menjadi salah satu legal branding bagi sebuah produk.
Apalagi di Indonesia yang penduduknya didominasi muslim, maupun negara-negara di dunia, adanya sertifikasi halal menjadi bagian yang penting agar produk memiliki keunggulan dan bisa diterima pasar.
Saat ini terjadi pergeseran konsep halal, bukan lagi kewajiban agama, tapi merupakan trust system dan quality standart.
“Ya, halal bukan lagi agama, tapi menjadi identitas brand dan kepercayaan bagi konsumen,” tegasnya.
Anis menambahkan, bagi konsumen modern membeli bukan hanya produk, tapi juga keamanan, kejujuran, dan identitas. Itulah kenapa pentingnya pelaku usaha memiliki sertifikasi halal.
Ini berkembang menjadi halalpreneur, dimana pengusaha yang membangun bisnis berbasis kepercayaan etik dan hukum.
“Contoh saja salah satu brand kosmetik Indonesia, Wardah, merupakan brand kosmetik pertama yang membranding produknya halal. Apa hasilnya, brand tersebut kian berkembang dan memiliki pangsa pasar yang luas. Karena trust, percaya akan kehalalan dan menjadi daya jual,” paparnya.
Sementara itu, Director of Halal Academy Seblak KH. Abdul Halim Mahfudz menekankan bahwa Islam membawa kemudahan.
“Jadi dalam menerapkan halal ini jangan hanya terpatok hitam di atas putih, tapi bagaimana benar-benar menerapkan standar atau syariat halal, dengan begitu tinggal melakukan legalitas akan apa yang sudah dilakukan,” katanya.
Tak ketinggalan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., juga menekankan aspek hukum akan legalitas suatu produk.
“Dengan sertifikasi halal menandakan bahwa produk tersebut secara hukum sudah sah, legal, ada kontrak dan komitmen yang bisa memberi kepastian dan jaminan,” jelasnya. (*)



















