Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
ENTREPRENEURSHIP

Mengapa UMKM Masih Sulit Mengakses Permodalan Perbankan?

145
×

Mengapa UMKM Masih Sulit Mengakses Permodalan Perbankan?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi UMKM. Dari puluhan juta UMKM di Indonesia sebagian besar belum dapat mengakses permodalan. (Foto: Pinterest)
toplegal

TOPMEDIA  – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia, menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 90% tenaga kerja nasional.

Namun, di balik kontribusi besar tersebut, mayoritas pelaku UMKM masih menghadapi tantangan serius dalam mengakses permodalan dari lembaga keuangan formal, khususnya perbankan.

HALAL BERKAH

Menurut data Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2025, dari total sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, sebanyak 46,6 juta atau sekitar 71,7% belum memperoleh akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal.

Hal ini menimbulkan kesenjangan pembiayaan (financing gap) yang signifikan dan berpotensi menghambat pertumbuhan sektor UMKM secara nasional.

Statistik Akses Permodalan UMKM Indonesia 2025

Baca Juga:  Lifestyle & Entrepreneurship: Batik Surabaya Dikenalkan ke Pasar Internasional

– Jumlah UMKM nasional: ±65 juta unit usaha
– UMKM yang belum mengakses pembiayaan formal: ±46,6 juta (71,7%)
– Pertumbuhan kredit UMKM per Februari 2025: hanya 2,1% year-on-year (yoy)
– Pertumbuhan kredit usaha mikro: –0,9% yoy (kontraksi)
– Kebutuhan pembiayaan UMKM 2026: Rp 4.300 triliun
– Pembiayaan yang tersedia dari lembaga resmi: ±Rp 1.900 triliun
– Financing gap: lebih dari Rp2.000 triliun

Faktor Penghambat Akses Permodalan UMKM

Menurut OJK dan APINDO, berikut adalah penyebab utama UMKM sulit mengakses pembiayaan perbankan:

1. Belum Bankable
Banyak UMKM dinilai belum layak secara administratif dan finansial untuk mendapatkan kredit. Ketiadaan agunan, laporan keuangan yang tidak rapi, dan status usaha informal menjadi kendala utama.

Baca Juga:  Asri Welas, Figur Publik yang Jadi Etalase Produk Lokal

2. Rendahnya Literasi Keuangan
Sebagian besar pelaku UMKM belum memahami prosedur pengajuan kredit, manajemen keuangan, dan pentingnya pencatatan usaha secara profesional.

3. Regulasi dan Persyaratan
Perbankan yang Ketat Persyaratan dokumen, jaminan, dan skor kredit membuat UMKM kesulitan memenuhi standar perbankan konvensional.

4. Akses Geografis dan Digitalisasi Terbatas
UMKM di daerah terpencil atau belum terhubung dengan ekosistem digital sulit menjangkau layanan keuangan formal.

5. Keterbatasan Produk Kredit yang Sesuai
Banyak produk pembiayaan belum dirancang fleksibel untuk kebutuhan UMKM yang bersifat musiman atau berbasis komunitas.

Solusi dan Alternatif Pembiayaan

Untuk menjembatani kesenjangan ini, pemerintah dan OJK mendorong alternatif pembiayaan seperti:
– Fintech Lending (P2P): Telah menjangkau lebih dari 20 juta penerima pinjaman.
– Securities Crowdfunding (SCF): Digunakan oleh 423 UMKM dengan total dana Rp 911 miliar.
– Peta Jalan Penjaminan Kredit UMKM 2024–2028: Fokus pada UMKM yang “visible but unbankable”

Baca Juga:  Tapis Lampung: Warisan Budaya yang Menggerakkan UMKM Perempuan Desa Negeri Katon

Meski UMKM menjadi pilar ekonomi nasional, tantangan akses permodalan masih menjadi hambatan utama bagi pertumbuhan sektor ini.

Dengan lebih dari 70% UMKM belum terlayani oleh lembaga keuangan formal, diperlukan sinergi multipihak—pemerintah, perbankan, fintech, dan komunitas usaha, untuk membuka jalan pembiayaan yang inklusif dan berkelanjutan.

Transformasi literasi keuangan, digitalisasi UMKM, serta penguatan industri penjaminan menjadi kunci agar pelaku usaha kecil dapat naik kelas dan berkontribusi lebih besar terhadap ekonomi nasional. (*)

TEMANISHA.COM