TOPMEDIA – pernah nggak sih kamu merasa bingung saat melihat spesifikasi baterai smartphone baru? Di kotak tertulis angka besar, misalnya 5000 mAh. Tapi, ketika kamu cek lebih detail di pengaturan sistem atau bahkan di beberapa ulasan teknis, muncul angka lain yang sedikit lebih kecil, misalnya 4900 mAh atau 4880 mAh. Pertanyaannya, kok bisa angka kapasitas baterai ini jadi “beda tipis” antara yang diiklankan dengan yang sesungguhnya ada di ponsel kita? Apakah ini cuma trik marketing, atau ada alasan teknis yang mendasarinya?
Fenomena ini ternyata memiliki penjelasan yang sangat logis dan berkaitan erat dengan standar industri serta hukum yang berlaku di berbagai negara. Kamu tidak sedang dibohongi brand HP favoritmu, kok. Perbedaan angka ini muncul karena adanya dua jenis pengukuran kapasitas baterai yang wajib dicantumkan oleh produsen.
Penyebab utama dari perbedaan angka ini adalah adanya dua istilah penting dalam pengukuran baterai: Kapasitas Nominal (Rated Capacity) dan Kapasitas Tipikal (Typical Capacity). Kapasitas Nominal adalah angka minimum, atau batas terbawah, yang dijamin oleh produsen dapat dicapai oleh setiap unit baterai yang diproduksi. Angka ini adalah kapasitas “aman” yang tertera di sertifikasi resmi produk (misalnya sertifikasi dari badan regulator seperti FCC, CE, atau di Indonesia ada SNI). Produsen wajib menjamin bahwa tidak ada baterai yang dipasang pada ponsel yang akan memiliki kapasitas di bawah angka nominal ini. Angka inilah yang sering kali digunakan oleh produsen untuk memenuhi standar regulasi teknis.
Sementara itu, Kapasitas Tipikal adalah angka rata-rata yang dihitung berdasarkan pengujian sampel baterai yang diproduksi. Karena proses pembuatan baterai tidak selalu 100% identik—pasti ada sedikit variasi—maka kapasitas sebenarnya setiap unit akan sedikit berbeda. Angka tipikal ini cenderung lebih tinggi daripada angka nominal karena mencerminkan hasil rata-rata yang optimis dari proses produksi massal. Dan inilah angka yang sering digunakan oleh tim marketing atau branding untuk mempromosikan ponsel tersebut, karena secara statistik, sebagian besar pengguna akan mendapatkan kapasitas sebesar itu. Contohnya, jika kapasitas nominal 4900 mAh, maka angka tipikal bisa dibulatkan menjadi 5000 mAh.
Alasan mengapa produsen sangat ketat dalam mencantumkan Kapasitas Nominal adalah terkait dengan regulasi dan keselamatan. Badan pengawas mengharuskan produsen mencantumkan kapasitas terendah yang dijamin. Ini untuk memastikan bahwa konsumen selalu mendapatkan minimal daya yang dijanjikan, dan yang lebih penting, untuk standarisasi keamanan.
Jika sebuah smartphone diklaim memiliki baterai 5000 mAh (tipikal), maka di dalam dokumen teknis resminya, mereka harus mencantumkan kapasitas nominal (misalnya 4880 mAh) untuk memenuhi standar. Dengan demikian, label 5000 mAh yang terpampang di kotak adalah angka rata-rata yang paling mungkin kamu dapatkan, sementara angka yang sedikit lebih kecil adalah janji minimal yang legal dan teknis.
Bagi kamu sebagai pengguna, perbedaan tipis ini pada dasarnya tidak akan terasa dalam penggunaan sehari-hari. Perbedaan antara 5000 mAh dan 4880 mAh hanya sekitar 2,4 persen, dan itu tidak signifikan dibanding faktor lain yang lebih memengaruhi daya tahan baterai, seperti efisiensi chipset, resolusi layar, atau optimalisasi perangkat lunak (OS).
Intinya, jika kamu melihat angka baterai dibulatkan ke atas (misalnya dari 4880 mAh menjadi 5000 mAh), itu adalah strategi pemasaran yang berlandaskan data statistik (kapasitas tipikal). Sedangkan angka yang lebih kecil adalah jaminan legal (kapasitas nominal) yang memastikan kamu tidak akan mendapatkan baterai di bawah standar tersebut.
Jadi, sekarang kamu tahu, angka yang sedikit berbeda itu bukan berarti HP kamu kurang baterai. Justru itu menunjukkan betapa ketatnya proses standarisasi dan pengujian baterai yang dilakukan oleh produsen. Misteri terpecahkan! Setelah ini, saat melihat spesifikasi HP baru, kamu sudah bisa membedakan mana angka jaminan minimal dan mana angka rata-rata yang optimis.
(Respatih)



















