TOPMEDIA – Sungai Brantas sebagai urat nadi utama kehidupan dan penopang ekonomi Jawa Timur berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Tingginya beban pencemaran telah menyebabkan penurunan drastis kualitas air dengan kontaminasi masif dari fosfat, nitrit, logam berat, hingga mikroplastik.
Kondisi ini menempatkan sungai Brantas sejajar dengan Citarum, Ciliwung, dan Bengawan Solo sebagai salah satu sungai paling tercemar di Indonesia.
Dampak buruknya kini kian terasa. Mulai dari seringnya terjadi ikan mati massal hingga peningkatan beban operasional pengolahan air bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di berbagai kota yang bergantung padanya.
Dalam momentum peringatan ulang tahun ke-80 Provinsi Jawa Timur, lembaga pegiat lingkungan Ecoton menyerukan kampanye bertajuk “Besuk Kali”.
Seruan ini ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan seluruh masyarakat dengan harapan ekosistem sungai dapat kembali “seger waras” (sehat).
Aksi kampanye ini diwujudkan dengan turunnya delapan aktivis Ecoton menggunakan dua perahu karet di Sungai Brantas wilayah Gunungsari, Selasa (14/10). Mereka membentangkan poster dan mengajak masyarakat untuk berlaku adil terhadap sungai yang menjadi sumber kehidupan ini.
“Keadilan bagi Sungai Brantas sudah mendesak. Ini meliputi penegakan hukum tegas terhadap para pencemar, penertiban bangunan liar dan tempat sampah ilegal, serta pembebasan sungai dari sampah plastik,” ujar Koordinator Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatullah.
Menurut Alaika, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang melampaui 5,23 persen memang membawa kesejahteraan, namun ironisnya, hal itu dicapai dengan mengorbankan ekosistem Brantas.
“Pertumbuhan ekonomi yang positif ini seharusnya didukung dengan pemulihan kualitas Sungai Brantas, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Alaika menjelaskan, selama lebih dari 80 tahun, Sungai Brantas telah menjadi pilar utama. Sungai ini tidak hanya menopang irigasi pengairan sawah di 16 kota/kabupaten, tetapi juga menjadi sumber air minum bagi PDAM di 6 kota dan menjadi sumber bahan baku bagi ribuan industri manufaktur.
“Ironisnya, banyak industri yang hidup dari Sungai Brantas justru membuang racun pembunuh bagi sungai ini. Puluhan pabrik kertas, pabrik gula, industri penyedap makanan, tekstil, pabrik keramik, dan banyak lagi industri kecil menggunakan air Sungai Brantas sebagai bahan baku, namun mereka berbuat tidak adil dengan membuang air limbah tanpa diolah,” jelas Alaika kritis.
Melalui kampanye “Besuk Kali”, Ecoton menyampaikan tiga tuntutan utama kepada pemangku kepentingan di Jawa Timur:
- Masyarakat Jawa Timur diminta bergotong royong menjaga kualitas air Brantas dengan tidak membuang sampah ke sungai.
- Pihak industri diwajibkan mengolah limbah sebelum dibuang ke sungai hingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
- Penataan ulang pemanfaatan bantaran sungai dan memberikan ruang tangkapan air di tepi kanan dan kiri sungai.
“Selain itu, kami mendesak dibentuknya badan khusus pengelola Sungai Brantas yang memiliki wewenang untuk mengawasi kualitas dan kelestarian ekosistem sungai secara terpadu,” pungkas Alaika. Tanpa tindakan serius dan kolektif, Ecoton menilai Sungai Brantas terancam kehilangan fungsinya sebagai sumber kehidupan vital bagi jutaan warga Jawa Timur. (*)