TOPMEDIA – Fenomena juru parkir liar (jukir liar) masih menjadi masalah klasik yang hingga kini belum sepenuhnya terselesaikan di Surabaya.
Terbaru, sebuah unggahan akun Instagram @viralforjustice memperlihatkan aksi jukir liar di kawasan Laritta Darmo Permai.
Dalam unggahan itu, penulis caption meluapkan kekecewaannya dengan kalimat keras: “Wong usaha dipecuti, pungli dibiarkan.
Gara-gara Rp2.000–Rp5.000 tapi telecek an nang penjuru kota. Iki guduk urusaan cilik, kok iso PAD kota bocor ga karuan.”
Unggahan tersebut bahkan menandai akun resmi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, sebagai bentuk protes terbuka dan kekecewaan masyarakat.
Kritik tersebut sontak ramai diperbincangkan warganet karena dianggap mewakili keresahan banyak orang terkait keberadaan jukir liar yang marak di hampir seluruh sudut kota.
Meski nominal pungutan yang dilakukan jukir liar relatif kecil, mulai dari Rp2.000 hingga Rp5.000, persoalan ini dianggap serius karena terjadi hampir di setiap kawasan keramaian.
Praktik pungutan liar bukan hanya meresahkan warga, tetapi juga menimbulkan potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebab uang parkir tidak masuk ke kas resmi pemerintah.
Selain itu, pelaku usaha lokal juga merasa dirugikan.
Banyak pengunjung mengeluh harus membayar parkir berulang kali saat keluar-masuk kawasan usaha, sehingga menurunkan kenyamanan pelanggan.
Tidak jarang, kehadiran jukir liar juga menimbulkan citra negatif bagi lokasi usaha yang sebenarnya tidak pernah menunjuk orang tersebut sebagai pengelola parkir.
Menanggapi keresahan publik, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sebelumnya telah mengambil sejumlah langkah.
Satpol PP Surabaya bersama Dinas Perhubungan beberapa kali melakukan inspeksi mendadak (sidak) di minimarket, pusat perbelanjaan, dan fasilitas umum.
Hasilnya, ratusan titik lahan parkir telah ditertibkan, bahkan beberapa di antaranya disegel karena ditemukan adanya praktik jukir liar.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa keberadaan jukir liar tidak bisa dibiarkan.
Menurutnya, seluruh lahan parkir harus dikelola secara resmi, baik oleh pemerintah maupun pengelola swasta yang sudah memenuhi syarat administrasi. Dengan begitu, warga tidak dirugikan dan PAD kota bisa dimaksimalkan.
“Parkir ini bukan masalah kecil. Kalau setiap hari ada ribuan titik parkir ilegal, maka kebocoran PAD pasti besar. Karena itu, kami akan terus melakukan penertiban bersama Satpol PP dan Dishub,” ujar Eri dalam sebuah kesempatan.
Pemkot Surabaya menyiapkan beberapa strategi untuk mengurangi praktik jukir liar, di antaranya:
- Mewajibkan jukir resmi mengenakan rompi dan identitas khusus agar mudah dikenali masyarakat.
- Digitalisasi parkir di titik-titik strategis menggunakan sistem pembayaran non-tunai (QRIS atau kartu).
- Koordinasi dengan pengelola usaha untuk memastikan lahan parkir mereka tidak dikuasai pihak tidak bertanggung jawab.
- Sosialisasi kepada warga agar berani menolak pungutan liar dan melaporkannya melalui kanal resmi Pemkot.
Pemkot Surabaya juga mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan kejadian serupa. Aduan bisa disampaikan melalui call center Satpol PP, media sosial resmi Pemkot, hingga aplikasi pengaduan yang tersedia.
Dengan adanya partisipasi masyarakat, pemerintah berharap proses penindakan bisa lebih cepat dan tepat sasaran.
Fenomena jukir liar memang kerap dianggap persoalan sepele karena nominal yang dipungut tidak besar.
Namun, praktik ini berlangsung secara masif di berbagai titik, sehingga dampaknya signifikan terhadap kenyamanan warga, citra kota, dan potensi kebocoran PAD.
Unggahan viral di Laritta Darmo Permai menjadi bukti bahwa masyarakat semakin gerah dengan keberadaan jukir liar.
Kini, publik menunggu langkah nyata Pemkot Surabaya agar penertiban dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
Jika ditangani serius dengan kolaborasi pemerintah, pengelola usaha, serta masyarakat, Surabaya berpeluang menjadi kota besar yang lebih tertib, transparan, dan nyaman bagi semua warganya.



















