TOPMEDIA – Sidang kasus narkoba yang menjerat musisi legendaris Fariz RM kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2025).
Dalam agenda pembacaan replik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak mentah-mentah pledoi atau nota pembelaan yang diajukan oleh Fariz RM.
JPU, Indah Puspitarani, dalam keterangannya menilai bahwa pembelaan dari tim kuasa hukum Fariz RM tidak meyakinkan. Penolakan ini didasari oleh fakta bahwa Fariz RM sudah berulang kali terjerat kasus serupa.
“Penyesalan terdakwa tidak dapat dipercaya karena terdakwa dijerat tindak pidana narkotika untuk kesekian kalinya, merupakan bukti tidak adanya penyesalan dari diri terdakwa untuk benar-benar bersih dari narkotika,” tegas Indah, seperti dikutip dari kompas.com.
Jaksa juga menolak semua argumen yang disampaikan dalam pledoi, menganggapnya tidak berdasar hukum dan hanya asumsi belaka. Penolakan ini membuat Fariz RM harus menghadapi tuntutan sebelumnya, yaitu 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 800 juta.
Meskipun mendapat penolakan keras dari JPU, Fariz RM tetap tenang. Ia masih berharap mendapatkan kesempatan untuk menjalani rehabilitasi.
“Kalau saya sendiri sih terus terang berharap saya diberi kesempatan kembali untuk direhabilitasi karena sekali lagi, menyembuhkan diri dari ketergantungan narkotika bukan hal yang gampang,” tutur penyanyi lagu “Barcelona” itu.
Fariz RM menunjukkan ketenangan dan keyakinannya bahwa proses hukum masih berjalan.
“Tidak kecewalah, belum sampai di ujung. Artinya semua masih proses. Saya percaya bahwa sebagai Muslim, Allah SWT yang tahu persis apa yang terjadi. Saya ingin memperbaiki diri secara maksimal,” ucapnya.
Di sisi lain, kuasa hukum Fariz RM, Deolipa Yumara, menilai penolakan jaksa hanyalah masalah penafsiran.
“Jadi Fariz RM kan sudah menyatakan dalam pledoi-nya bahwasanya dia ingin sembuh. Tapi jaksa bilang gak ada keinginan sembuh. Lah, kan yang tahu pengin sembuh atau tidaknya kan Fariz RM, bukan jaksa,” terang Deolipa.
Kasus yang menimpa Fariz RM menjadi cerminan kompleksnya persoalan di dunia hiburan. Tekanan popularitas dan gaya hidup yang glamor sering kali menjerumuskan para pesohor ke dalam penyalahgunaan narkoba.
Seperti kata filsuf Immanuel Kant, seseorang tidak hanya dianggap bersalah di mata hukum saat mengambil hak orang lain, tetapi juga akan kehilangan moral saat baru memikirkan untuk berbuat kejahatan.
Para artis dituntut untuk memiliki kendali diri dan standar hidup yang normal di tengah segala buaian popularitas. Jika tidak, jurang pelanggaran hukum akan selalu mengancam. Kasus ini menjadi pengingat bagi setiap figur publik akan pentingnya integritas dan kesadaran diri. (*)