TOPMEDIA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menggelar tasyakuran Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI) di depan rumah dinas wali kota, Jalan Sedap Malam, Sabtu (16/8/2025) malam.
Dalam tasyakuran HUT ke-80 RI tersebut, dilakukan bersama anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Surabaya dan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Kota Pahlawan.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengatakan bahwa kegiatan tersebut menjadi momen refleksi dan semangat dari para pejuang kepada generasi muda.
Hadiri Pengukuhan Paskribaka 2025, Megawati: Banyak Anak Muda Tak Paham Sejarah
Wali kota yang akrab disapa Cak Eri tersebut menegaskan bahwa kemerdekaan sejati belum sepenuhnya tercapai. Ia menyoroti tantangan yang masih dihadapi Surabaya, seperti kemiskinan, stunting, dan kesenjangan sosial. Menurutnya, hal-hal tersebut adalah ‘penjajahan’ modern yang harus dilawan.
“Hari ini, kalau eyang-eyang sudah berjuang sejak 1945 untuk memerdekakan bangsa, tapi hari ini Kota Surabaya masih ada kemiskinan, stunting, dan kesenjangan sosial. Maka sejatinya arti dari perjuangan yang direbut oleh Eyang-eyang ini belum sepenuhnya terjadi di Kota Surabaya,” ujar Cak Eri.
Cak Eri juga mengajak seluruh pemuda, khususnya anggota Paskibraka, untuk menjadi garda terdepan dalam mewujudkan ‘Kampung Pancasila’. Proyek ini digagas oleh Pemkot Surabaya bersama Forkopimda sebagai upaya untuk mengatasi masalah sosial secara tuntas.
“Jangan pernah banyak berpikir, jangan banyak teori. Tapi bagaimana kita bisa merebut, meraih kesempatan itu untuk mewujudkan kemerdekaan. Maka hari ini kita akan wujudkan ‘Kampung Pancasila’. Dimana kampung Pancasila itu tidak ada lagi yang tidak sekolah, tidak ada lagi yang miskin, tidak ada lagi yang stunting,” tegas Cak Eri.
Ia juga mengajak masyarakat, terutama kaum muda, untuk terus berjuang tanpa gentar. “Kalau ada yang menghalangi kita, lihat perjuangan beliau (para veteran). Jangan pernah mundur, kita harus berani. Itulah ciri khas arek-arek Suroboyo,” imbuhnya.
Dalam kegiatan itu, Ketua LVRI Kota Surabaya, Eyang Kol. Laut (Purn) Gitojo mengajak para peserta malam tirakatan untuk menyelami sejarah dengan menceritakan kembali detik-detik penting menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Ia memaparkan kronologi mulai dari bom Hiroshima dan Nagasaki hingga keputusan Jepang untuk menyerah tanpa syarat.
Pemkot Surabaya Bagikan Ribuan Bendera Merah Putih untuk Sambut HUT ke-80 RI
Eyang Gitojo menceritakan bagaimana perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua dalam menentukan kapan proklamasi harus dibacakan.
Golongan muda yang dipimpin oleh Chairul Saleh dan Wikana mendesak agar kemerdekaan segera diproklamasikan setelah Jepang menyerah, khawatir akan datangnya penjajah baru.
Sementara itu, Soekarno dan Hatta menginginkan Proklamasi dipersiapkan melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
“Dari golongan muda ini tetap ngotot harus merdeka. Karena kalau kita tidak merdeka, kita akan dijajah kembali,” kenang Eyang Gitojo.
Ia menjelaskan, perdebatan inilah yang berujung pada peristiwa Rengasdengklok, di mana para pemuda mengamankan Soekarno dan Hatta untuk meyakinkan mereka.
Penceritaannya yang gamblang berhasil membangkitkan kembali rasa syukur atas perjuangan para pendahulu. Ia menutup kisahnya dengan pesan bahwa setelah proklamasi, tantangan belum usai.
“Untuk itu, kita bersama-sama khususnya generasi muda harus mempertahankan kemerdekaan dengan menghadapi segala tantangan yang ada,” pungkasnya.
Dalam acara tersebut juga dilakukan penyerahan piagam penghargaan dari LVRI kepada Wali Kota Surabaya sebagai bentuk apresiasi atas perhatian luar biasa Pemkot Surabaya terhadap para veteran. Serta dilakukan pemotongan tumpeng sebagai bentuk syukur atas kemerdekaan. (*)