TOPMEDIA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi Indonesia pada Oktober 2025 mencapai 0,28% secara bulanan (month-to-month). Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,21%.
Secara tahunan (year-on-year), inflasi tercatat sebesar 2,86%, sementara secara tahun kalender (year-to-date) mencapai 2,10%. Kenaikan harga sejumlah komoditas, terutama emas perhiasan dan bahan pangan, menjadi faktor utama pendorong inflasi bulan ini.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan angka 3,05% dan memberikan andil sebesar 0,21%.
“Komoditas dominan dalam kelompok ini adalah emas perhiasan, yang mengalami lonjakan harga signifikan dan menjadi penyumbang tunggal terbesar terhadap inflasi Oktober. Selain emas, komoditas pangan juga turut mendorong inflasi,” jelasnya.
Cabai merah memberikan andil sebesar 0,06%, telur ayam ras sebesar 0,04%, dan daging ayam ras sebesar 0,02%.
Kenaikan harga bahan pangan ini dipengaruhi oleh faktor cuaca, distribusi, dan permintaan menjelang akhir tahun
BPS mencatat bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) naik dari 108,74 pada September menjadi 109,04 pada Oktober 2025. Kenaikan ini menunjukkan adanya tekanan harga yang cukup merata di berbagai wilayah.
Beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan mengalami inflasi di atas rata-rata nasional, terutama karena tingginya permintaan terhadap komoditas perawatan pribadi dan bahan panganInflasi Indonesia pada Oktober 2025 menunjukkan tren kenaikan yang dipicu oleh lonjakan harga emas perhiasan dan komoditas pangan.
Dengan inflasi bulanan sebesar 0,28% dan tahunan 2,86%, pemerintah dan pelaku pasar perlu mewaspadai potensi tekanan harga menjelang akhir tahun.
BPS menekankan pentingnya stabilisasi harga dan penguatan distribusi komoditas untuk menjaga daya beli masyarakat.
Jika tren ini berlanjut, target inflasi tahunan 2025 sebesar 3% yang ditetapkan Bank Indonesia masih berada dalam jangkauan, namun membutuhkan pengawasan ketat terhadap sektor-sektor pemicu inflasi. (*)



















