TOPMEDIA – Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tekanan berat. Penjualan mobil nasional terus menurun, sementara pasar justru dibanjiri oleh mobil listrik impor yang masuk secara utuh (completely built-up/CBU) dari luar negeri.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan melemahnya daya saing industri otomotif dalam negeri.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam keterangan tertulis menyampaikan bahwa penjualan mobil listrik di Indonesia memang meningkat signifikan sepanjang 2025.
Namun, mayoritas penjualan tersebut berasal dari mobil listrik impor. Dari total penjualan mobil listrik tahun ini sebanyak 69.146 unit, sekitar 73 persen merupakan mobil impor, sehingga nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja lebih banyak terjadi di negara asal, bukan di Indonesia.
Segmen kendaraan konvensional yang diproduksi di dalam negeri justru mengalami penurunan penjualan signifikan.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya mencapai 634.844 unit pada Januari–Oktober 2025, turun 10,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sementara penjualan retail (dealer ke konsumen) tercatat 660.659 unit, turun 9,6 persen dari tahun lalu.
Produksi kendaraan juga melemah. Data Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) menunjukkan produksi kendaraan sepanjang 2025 hanya 957.293 unit, turun dari 996.741 unit pada tahun sebelumnya.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menegaskan bahwa indikator pertumbuhan industri otomotif tidak bisa hanya dilihat dari naiknya penjualan mobil listrik impor.
“Keliru jika kita menyatakan industri otomotif sedang dalam kondisi kuat dengan hanya mengandalkan indikator pertumbuhan kendaraan pada segmen tertentu. Penurunan tajam penjualan kendaraan bermotor roda empat jauh di bawah angka produksinya di kala penjualan kendaraan EV impor naik tajam adalah fakta yang tidak bisa dihindari. Kami memandang bahwa dibutuhkan insentif untuk membalikkan keadaan tersebut,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Menurut Febri, pelemahan pasar yang terjadi secara simultan dapat berdampak pada penurunan utilisasi pabrik, penurunan investasi, serta berpotensi mengancam keberlanjutan lapangan kerja di industri otomotif dan sektor komponen.
“Tidak adanya intervensi kebijakan akan membuat tekanan ini semakin dalam, dan efeknya dapat memengaruhi struktur industri secara keseluruhan,” tambahnya.
Dengan penjualan mobil nasional yang turun lebih dari 10 persen dan dominasi mobil listrik impor mencapai 73 persen, industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan serius.
Kemenperin menegaskan perlunya insentif dan intervensi kebijakan agar industri otomotif dalam negeri tetap bertahan, menjaga investasi, serta melindungi lapangan kerja.
Tanpa langkah strategis, tekanan ini berpotensi mengubah struktur industri otomotif nasional secara menyeluruh. (*)



















