TOPMEDIA – Ruang konferensi pers Gedung Merah Putih KPK siang itu tampak berbeda dari biasanya. Di tengah ruangan, berdiri tumpukan uang tunai, bukan simbolik, bukan replika, tapi uang rampasan korupsi senilai Rp300 miliar. Plastik-plastik berisi masing-masing Rp1 miliar disusun membentuk setengah lingkaran, bertingkat seperti undakan panggung. Di barisan belakang tersusun 25 plastik per baris, sembilan lapis tinggi, sementara beberapa tumpukan lebih rendah berjajar di depan.
Petugas KPK tampak sibuk menata setiap kantong uang itu satu per satu, seolah memastikan setiap rupiah kembali berada di tempat yang seharusnya. Dua petugas kepolisian berdiri mengawal, satu di kanan, satu di kiri, menciptakan pemandangan yang jarang, bahkan mungkin pertama kali disaksikan publik secara langsung. Tepat di tengah barisan uang itu, terdapat sebuah papan kecil yang menunjukkan nilai rampasan yang berhasil diamankan.
Pemajangan uang ini bukan sekadar atraksi visual. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa uang tersebut berasal dari proses pemulihan kerugian negara terkait kasus korupsi di PT Taspen. Dan Rp300 miliar yang dipamerkan itu hanyalah sebagian dari total pengembalian. Sebagian besar sisanya tidak ditampilkan karena alasan keamanan dan keterbatasan ruang.
Asep menegaskan bahwa korupsi dalam pengelolaan dana pensiun bukanlah sekadar pelanggaran keuangan. Ada nilai moral dan sosial yang jauh lebih besar dipertaruhkan. “Dana Taspen bukan sekadar angka di laporan keuangan, tetapi tabungan hari tua jutaan ASN,” ujarnya. Lebih dari 4,8 juta aparatur sipil negara menggantungkan masa depan mereka pada dana tersebut, orang-orang yang telah mengabdi puluhan tahun untuk negara.
Jika dihitung, kerugian hampir Rp1 triliun dalam kasus ini setara dengan pembayaran gaji pokok sekitar 400 ribu ASN. Asep menyebut setiap rupiah yang hilang akibat korupsi sama artinya dengan mencabut hak para pensiunan dan keluarga mereka. Bukan hanya kerugian negara, tetapi juga hilangnya rasa aman bagi mereka yang menunggu masa pensiun.
Kasus ini menyeret mantan Dirut PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, yang dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Ia dinyatakan bersalah melakukan korupsi dalam pengelolaan investasi perusahaan bersama pihak lain. Selain hukuman badan dan denda Rp500 juta yang dapat diganti kurungan enam bulan, Kosasih juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp29,152 miliar ditambah sejumlah valuta asing—mulai dari dolar AS, dolar Singapura, euro, hingga yen Jepang.
Putusan tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa. Dalam perkara yang sama, Direktur Utama PT Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto, juga diganjar hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti USD 253.660, dengan ancaman penjara dua tahun jika tidak dilunasi.
Keduanya dinyatakan melanggar ketentuan dalam UU Tipikor terkait tindak pidana korupsi bersama-sama.
Gunungan uang di Gedung Merah Putih itu mungkin hanya sebagian kecil dari kerugian sesungguhnya. Namun bagi publik, pemandangan itu menjadi pengingat nyata bahwa korupsi bukan hanya angka di laporan audit, ada masa depan pensiunan, harapan keluarga, dan kepercayaan publik yang ikut dirampas. (*)



















