TOPMEDIA – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menegaskan perlunya revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) agar aktivitas buzzer destruktif dapat ditindak langsung tanpa menunggu delik aduan.
Usulan ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Menurut Sukamta, aktivitas buzzer yang terorganisir berpotensi menimbulkan kerusuhan dan ancaman terhadap negara sehingga harus diatur secara khusus dalam UU ITE.
Sukamta menekankan perlunya pasal tambahan yang mengatur penindakan terhadap buzzer destruktif.
“Harapan kami ke depan perlu ada revisi UU ITE, terutama soal kewenangan moderasi konten terhadap buzzer yang terorganisir atau aktivitas buzzing destruktif,” ujarnya.
Politikus PKS itu menilai kondisi darurat tidak bisa menunggu proses birokrasi yang panjang. Ia menyoroti sulitnya menurunkan konten provokatif di media sosial karena masih bergantung pada delik aduan.
“Dalam posisi yang sudah jelas ada ancaman pada pejabat negara, kita masih menunggu aduan untuk menurunkan konten provokatif. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.
Sukamta berharap revisi UU ITE dapat memberikan dasar hukum agar aparat bisa bertindak cepat tanpa harus menunggu laporan masyarakat.
“Saya kira penting kita pikirkan apakah aktivitas buzzing destruktif bisa dilakukan penindakan yang dikecualikan dari delik aduan,” tambahnya.
Menkomdigi Meutya Hafid menyambut baik usulan tersebut dan menilai revisi UU ITE memang diperlukan untuk memperjelas pasal-pasal terkait ancaman negara dan ketertiban hukum.
“Terkait revisi UU ITE kita mendukung, memang ada ranah yang memerlukan kejelasan lebih detail. Jika pasalnya jelas, saya rasa akan mendapat dukungan dari banyak pihak,” kata Meutya.
“Revisi UU ITE akan memperjelas batasan antara kebebasan berekspresi dengan aktivitas yang mengancam ketertiban hukum dan negara,” pungkas Meutya. (*)



















