Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP FIGURES

Ditolak 1.009 Kali, Jadi Waralaba di 145 Negara

16
×

Ditolak 1.009 Kali, Jadi Waralaba di 145 Negara

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Harland David Sanders lahir pada 9 September 1890 di Henryville, di sebuah komunitas pertanian sederhana yang keras dan miskin di Indiana, Amerika Serikat.

Tidak ada yang menyangka anak kecil yang sering dimarahi ibunya karena malas ini kelak akan menjadi ikon global.

HALAL BERKAH

Meski masa kecilnya tampak biasa saja, di balik sikap malas itu tersimpan rasa ingin tahu dan daya juang yang perlahan tumbuh tanpa disadari.

Setiap teguran dan kegagalan kecil menjadi bahan bakar yang menyalakan tekadnya untuk berubah.

Dari kerasnya kehidupan, tumbuhlah tekad baja yang menempa dirinya menjadi Kolonel Sanders — sosok legendaris di balik Kentucky Fried Chicken, merek yang kini dikenal sebagai lambang cita rasa dan kegigihan usaha di seluruh dunia.

Sejak kecil, hidup Sanders tidak pernah mudah. Ayahnya meninggal saat ia baru berusia lima tahun, dan ibunya, Margaret Ann Sanders, harus bekerja di pabrik pengalengan untuk menghidupi tiga anaknya.

Di usia tujuh tahun, Harland kecil sudah harus memasak untuk adik-adiknya. Ia masih sering bercerita dengan bangga tentang roti pertama yang ia panggang di atas kompor kayu — momen sederhana yang membuat para pekerja pabrik tempat ibunya bekerja — memeluk dan menciumnya.

Namun masa kecil itu juga diwarnai oleh luka batin. Saat berusia sepuluh tahun, ia dipecat dari pekerjaannya membersihkan semak karena dianggap malas.

Kata-kata kasar petani yang memecatnya — “Kamu tidak berguna, Nak” — dan perkataan ibunya yang marah, “Sepertinya kamu tidak akan jadi apa-apa,” menjadi cambuk yang membekas dalam dirinya seumur hidup.

Baca Juga:  Messi Berpotensi Pensiun di Amerika Serikat

Istri keduanya, Claudia, kelak mengatakan bahwa dari kalimat itulah tekad Sanders lahir — tekad untuk membuktikan dirinya berguna.

Seiring bertambahnya usia, Sanders menjalani hidup penuh kegagalan dan kekacauan. Ia pernah menjadi tentara, petani, penjual asuransi, bahkan pengacara tanpa gelar resmi.

Ia dikenal keras kepala dan meledak-ledak; pernah berkelahi dengan kliennya sendiri di ruang sidang hingga ditangkap polisi.

Ia sempat menjadi salesman untuk Michelin dan, demi menarik perhatian, mengenakan kostum maskot raksasa “Bibendum” di pameran dagang.

Namun episode paling legendaris dalam masa mudanya terjadi ketika ia menjalankan stasiun pengisian Shell di Corbin, Kentucky.

Lokasi itu dikenal sebagai “Hell’s Half-Acre,” daerah yang penuh kekerasan dan baku tembak.

Dalam satu perkelahian dengan pesaing bernama Matt Stewart, Sanders terlibat dalam insiden yang menewaskan seorang manajer Shell. Sanders lolos dari hukuman, tetapi reputasinya sebagai pria berapi-api dan pantang mundur mulai terbentuk sejak itu.

Meski keras, Sanders memiliki sisi lain yang lembut: ia mencintai masakan. Saat mengelola stasiun bensin di Corbin, ia mulai menyajikan makanan untuk para pelanggan yang kelelahan di perjalanan.

Di sinilah lahir ayam goreng legendarisnya — resep yang memadukan 11 bumbu dan rempah, dimasak dengan teknik khas menggunakan panci bertekanan, inovasi baru pada masa itu.

Ia menamai pancinya “Bertha,” dan dari dapur kecil itu, aroma harum ayam goreng yang renyah mulai mengubah hidupnya.

Pada tahun 1935, Gubernur Ruby Laffoon menganugerahinya gelar kehormatan “Colonel Kentucky.” Gelar itu bukan militer, melainkan bentuk penghargaan terhadap warga sipil yang berjasa.

Baca Juga:  Bonek Bule: Ingo Pottag, Ekspatriat Jerman yang Jatuh Hati pada Budaya Surabaya

Namun Sanders memaknainya dengan serius. Ia mulai menumbuhkan kumis dan janggut, memutihkannya dengan bleach, dan mengenakan setelan putih khas yang kini menjadi ikon dunia.

Ia berusaha menjadi Kolonel Sanders — bukan sekadar gelar, tetapi persona yang ia hidupi sepenuh hati.

Tapi hidup tidak berhenti untuk terus menantangnya. Pada tahun 1955, bisnis Sanders Cafe hancur setelah jalur jalan raya dialihkan yang menutup arus pelanggan tetapnya.

Di usia 65 tahun, ia kembali bangkrut dengan kondisi tanpa uang, tanpa restoran, hanya dengan tekad dan resep rahasianya.

Dengan mobil Cadillac putih berisi panci bertekanan dan tepung berbumbu, ia dan istrinya, Claudia, berkeliling dari satu restoran ke restoran lain menawarkan kerja sama.

Ia tidur di kursi belakang mobil dan menerima penolakan demi penolakan. Tak main main, sang istri menghitung ada 1.009 kali penolakan sebelum akhirnya satu restoran berkata “ya.”

Bayangkan, seribu kali gagal, seribu kali ditolak, tapi tidak sekalipun ia berhenti mencoba.

Franchise pertama Kentucky Fried Chicken pun dibuka di Salt Lake City bersama Leon “Pete” Harman, orang yang kemudian menciptakan nama “Kentucky Fried Chicken,” memperkenalkan ember ikonik, dan slogan “It’s finger-lickin’ good.”

Dari sana, kesuksesan melesat cepat. Pada 1964, Sanders menjual KFC seharga $2 juta — setara belasan juta dolar hari ini — dan tetap menjadi duta besar merek yang ia cintai.

Namun, bahkan setelah menjual perusahaannya, sifat keras dan perfeksionisnya tidak hilang. Ia mengkritik manajemen baru karena menurunkan kualitas makanan.

Ia menyebut ayam versi baru “adonan gorengan sialan” dan sausnya “tidak lebih dari pasta kertas dinding.” Dalam satu wawancara, ia bahkan berkata, “Ini ayam goreng terburuk yang pernah saya lihat.”

Baca Juga:  8 Entrepreneur Dunia yang Meraih Sukses di Usia Tua

Ia mungkin kasar, tapi kecintaannya pada kualitas dan ketulusan terhadap warisannya nyata. Kolonel Sanders bukan hanya seorang pengusaha — ia adalah simbol kerja keras yang menolak kompromi.

Pada usia 90 tahun, ia meninggal dunia dengan meninggalkan lebih dari 6.000 gerai KFC di 48 negara dan warisan tak ternilai: inspirasi tentang ketekunan.

Namun warisannya tidak selalu dihormati dengan cara yang ia harapkan. Setelah kematiannya, citranya diubah menjadi karakter kartun menari demi menarik anak muda — sesuatu yang mungkin membuatnya geram andai ia masih hidup.

Tapi di sisi lain, di Tiongkok dan Asia, wajah putihnya justru dipuja sebagai simbol kebijaksanaan dan kasih sayang.

Di sana, ia bukan sekadar logo, melainkan sosok kakek bijak yang membawa kebahagiaan lewat makanan.

Kisah hidup Colonel Sanders adalah bukti bahwa kesuksesan bukan milik mereka yang tidak pernah gagal, melainkan mereka yang tidak pernah berhenti mencoba. Ia yakin dari kesusahan, sering kali lahir kekuatan.

Dari dapur kayu kecil di Indiana hingga waralaba global di 145 negara, ia membuktikan satu hal sederhana: tidak ada usia yang terlalu tua untuk memulai kembali.

Sanders pernah berkata, “Saya tidak tahu banyak tentang dunia, tapi saya tahu satu hal: saya tidak akan menyerah.”

Dan mungkin, di situlah letak rahasia sejati di balik ayam goreng paling terkenal di dunia itu. (Edhy Aruman/jay)

TEMANISHA.COM