TOPMEDIA – Kepergian Daniel Levy dari jabatan Executive Chairman di Tottenham Hotspur tampaknya membuka babak baru di dunia sepak bola Inggris.
Setelah lebih dari dua dekade menjabat, mundurnya Levy dianggap sebagai sinyal kuat bagi masuknya para investor kelas kakap, terutama dari Timur Tengah, yang kini semakin gencar menguasai klub-klub top Eropa.
Sejak mengambil alih kendali di tahun 2001, saat ENIC Group membeli Spurs, Levy telah mengubah klub ini secara fundamental.
Meski sering dikritik karena minimnya trofi (hanya dua di eranya), warisan Levy jauh lebih besar. Ia berhasil mengangkat level Spurs menjadi klub yang disegani di Premier League dan konsisten bermain di kompetisi Eropa sampai 18 kali dalam 20 tahun terakhir.
Di bawah kepemimpinannya, Spurs tidak hanya menjadi tim yang kompetitif, tetapi juga klub dengan fasilitas modern.
Levy adalah arsitek di balik pembangunan Tottenham Hotspur Stadium, stadion canggih berkapasitas 62.850 penonton yang mulai digunakan pada 2019.
Ia juga berperan penting dalam meningkatkan fasilitas akademi dan pusat latihan klub, menjadikannya salah satu yang terbaik di dunia. Keberhasilan ini membuat Spurs menjadi aset yang sangat menarik bagi para investor.
Mundurnya Daniel Levy dari posisi pimpinan tertinggi dianggap memberi ruang yang sangat luas bagi investor baru.
Walaupun keluarga Lewis masih menjadi pemilik klub dan telah menunjuk wajah baru di jajaran manajemen, yakni Vinai Venkatesham sebagai CEO dan Peter Charrington sebagai Non-Executive Chairman, spekulasi tentang potensi akuisisi tidak terbendung.
Sementara para investor dari Timur Tengah yang dikenal memiliki kekayaan melimpah, kini menjadi pemain utama di sepak bola Eropa.
Di Inggris, kita sudah melihat bagaimana Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan dari UEA mengubah Manchester City dari klub papan tengah menjadi kekuatan dominan dunia.
Begitu juga dengan Public Investment Fund (PIF) Arab Saudi yang kini mengendalikan Newcastle United dan memompa dana besar untuk mengembalikan kejayaan klub.
Dengan fondasi kuat yang ditinggalkan Levy —termasuk stadion kelas dunia, tim yang kompetitif, dan basis penggemar global— Spurs adalah investasi yang sangat menjanjikan.
Masuknya investor baru dari Timur Tengah dapat memberikan suntikan dana masif yang dibutuhkan klub untuk mendatangkan pemain bintang, meningkatkan gaji, dan bersaing secara langsung dengan klub-klub elite lain demi meraih trofi yang selama ini diimpikan para penggemar.
Akankah Spurs menjadi target akuisisi besar berikutnya dari Timur Tengah? Atau apakah manajemen baru akan mampu membawa klub ke level selanjutnya tanpa harus menjual kepemilikan? Hanya waktu yang bisa menjawab, namun yang pasti, era baru di Tottenham Hotspur telah dimulai. (*)