Scroll untuk baca artikel
TOP Legal Open House
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
FAMILY BUSINESSES

Cyber Greed, Hancurnya Bisnis Keluarga di Era Digital (5): Jejak Hukum dan Ancaman Pidana

×

Cyber Greed, Hancurnya Bisnis Keluarga di Era Digital (5): Jejak Hukum dan Ancaman Pidana

Sebarkan artikel ini
toplegal

PAGI itu, surat panggilan resmi datang dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Mabes Polri.

Nama Broto tercantum jelas sebagai pihak yang harus dimintai keterangan terkait transaksi mencurigakan di rekening perusahaan.

HALAL BERKAH

Surat itu diantar langsung oleh dua petugas berpakaian rapi yang membuat suasana rumah mendadak mencekam.

Mama langsung menangis saat membaca amplop cokelat itu. “Anakku dijadikan tersangka? Tidak mungkin, Broto anak baik, cuma salah langkah!” katanya tersedu.

Tapi, Bram menatap dengan tegas. “Ma, ini bukan salah langkah. Ini pelanggaran hukum. Kita harus hadapi, bukan menutup-nutupi.”

Papa berdiri di depan jendela dan menatap kosong ke halaman rumah. “Aku mendirikan Brajantara dengan kerja keras, bukan dengan tipu daya. Tapi sekarang, semua yang kubangun dicurigai hasil pencucian uang.”

Baca Juga:  Keserakahan Kakak Hancurkan Bisnis Keluarga 30 Tahun (7): Rahasia Keluarga yang Terbuka ke Publik

Bruno mencoba menenangkan. “Pa, kita bisa bantu Broto secara hukum. Tapi jangan sampai perusahaan ikut terseret.”

Beberapa hari kemudian, penyidik datang memeriksa dokumen perusahaan. Mereka menelusuri aliran dana digital, transaksi e-commerce, hingga rekening crypto.

Dari hasil penyelidikan awal, ditemukan indikasi kuat pelanggaran UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Salah satu penyidik berkata pelan tapi tegas. “Dana dari penjualan digital perusahaan dialihkan ke rekening pribadi, lalu diputar melalui aset kripto. Itu termasuk layering dalam skema pencucian uang. Meski niatnya investasi, secara hukum tetap bisa dijerat pidana.”

Papa menghela napas berat. “Berapa ancaman hukumannya?”

“Paling lama 20 tahun penjara, dan denda hingga 10 miliar rupiah,” jawab penyidik tanpa ekspresi.

Baca Juga:  Drama Tes DNA Hancurkan Bisnis Keluarga (1): Datangnya Orang Ketiga

Mama menjerit mendengarnya, sementara Broto duduk menunduk, wajahnya pucat pasi. “Aku tidak tahu, aku cuma ingin perusahaan ini tidak kalah zaman,” katanya pelan.

Bram membalas tajam, “Dan sekarang, bukan hanya kita yang kalah zaman, tapi juga kalah kepercayaan.”

Media semakin gencar memberitakan kasus ini. Headline berubah jadi: “Skandal Crypto Brajantara: Antara Inovasi dan Kejahatan Finansial.”

Klien lama membatalkan kontrak, kantor cabang mulai menutup operasi, dan reputasi keluarga semakin terpuruk.

Di tengah kekacauan itu, aku, Brina, menatap tumpukan berkas hukum dan laporan audit digital. Aku sadar akan satu hal bahwa dunia digital memang cepat, tapi hukum bergerak lebih cepat ketika jejak uang sudah tertinggal.

Baca Juga:  Resmi Berlaku! Marketplace Kini Wajib Potong Pajak Otomatis dari Seller Online!

Dan kini, kami semua hanya bisa menunggu apakah Broto akan bertanggung jawab, atau justru menyeret seluruh keluarga Brajantara ke lubang hitam hukum yang lebih dalam. (*)

(Bersambung ke Series 6: Sidang dimulai, keluarga terpecah antara menyelamatkan nama baik atau menyelamatkan Broto, dan bisnis keluarga menghadapi titik terendah)

 

TEMANISHA.COM