Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
FAMILY BUSINESSES

Cyber Greed, Hancurnya Bisnis Keluarga di Era Digital (3): Jejak di Dunia Maya

15
×

Cyber Greed, Hancurnya Bisnis Keluarga di Era Digital (3): Jejak di Dunia Maya

Sebarkan artikel ini
toplegal

AUDIT digital akhirnya dimulai. Bram memanggil auditor independen untuk menelusuri semua transaksi e-commerce dan rekening virtual Brajantara Digital Store.

Broto tampak gelisah sejak pagi, jarang bicara, dan menghindari tatapan siapa pun.

HALAL BERKAH

Sore itu, auditor datang membawa laporan tebal. “Kami menemukan sejumlah transaksi tidak biasa,” katanya hati-hati.

“Beberapa dana penjualan produk dialihkan ke rekening pihak ketiga atas nama pribadi, bukan perusahaan.”

Papa menegakkan tubuhnya. “Atas nama siapa?”

Auditor menatap layar laptopnya sebelum menjawab, “Broto Brajantara.”

Ruangan langsung hening. Mama menatap Broto dengan mata lebar. “Broto, itu benar?”

Broto berusaha tersenyum. “Itu akun trading, Ma. Aku investasi sebagian uang idle perusahaan supaya nggak menganggur. Semua untuk kebaikan bisnis.”

Baca Juga:  Drama Tes DNA Hancurkan Bisnis Keluarga (2): Tuntutan di Meja Hijau

Bram langsung membentak, “Investasi?! Tanpa izin?!”

Bruno ikut menambahkan, “Kamu pakai uang perusahaan buat crypto dan trading? Itu bukan investasi, Bro, itu judi digital!”

Papa menatap anak bungsunya dengan tatapan kecewa yang dalam. “Kamu pikir dunia digital itu tempat main-main? Ini bukan uangmu.”

Broto menunduk, suaranya pelan. “Aku cuma ingin perusahaan terlihat modern, Pa. Semua orang sekarang investasi di crypto.”

Papa menggeleng keras. “Crypto boleh modern, tapi tanpa izin itu pencurian!”

Malam itu, semua anggota keluarga duduk di ruang tamu dalam diam. Suara jangkrik di luar terasa lebih nyaring dari biasanya.

Mama menangis pelan memegangi dadanya. Bram hanya berkata lirih, “Kita tidak sedang berbisnis digital, tapi sedang menuju kehancuran digital.”

Baca Juga:  Cyber Greed, Hancurnya Bisnis Keluarga di Era Digital (2): Arus Uang yang Tak Terpantau

Hari berikutnya, berita buruk datang lagi. Beberapa rekening digital perusahaan diblokir oleh bank karena aktivitas transaksi tidak wajar.

Ada laporan dari PPATK tentang dugaan money laundering melalui akun virtual yang terhubung ke dompet kripto luar negeri.

Papa terpukul. “Aku mendirikan perusahaan ini dengan keringat, bukan dengan tipu muslihat.”

Aku menatap layar komputer Broto yang masih terbuka grafik warna-warni crypto naik turun cepat, bagai jantung yang berdetak liar. Saat itulah aku sadar: di dunia digital, uang bisa mengalir secepat klik… dan hilang secepat cahaya. (*)

(Bersambung ke Series 4: skandal bocor ke publik, media cium aroma penyimpangan keuangan, keluarga Brajantara menghadapi tekanan hukum dan reputasi yang runtuh)

TEMANISHA.COM