Mengalami perceraian tentu tak mudah bagi kedua belah pihak yang telah menjalani pernikahan sekian waktu. Dan anak adalah korban yang paling terdampak. Suasana hati broken, tak lagi mendapat perhatian dari kedua orangtua tak jarang mengakibatkan si anak alami taruma.
Namun demikian, hak- hak anak untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang seharusnya tetap terpenuhi. Munculah konsep Co-Parenting yang kerap menjadi pilihan untuk mendidik anak-anak korban broken home orangtuanya tersebut.
Co-parenting adalah pola pengasuhan anak yang dilakukan secara bersama-sama oleh kedua orang tua yang sudah berpisah atau bercerai. Meskipun tidak lagi menjadi pasangan, keduanya tetap berkomitmen untuk bekerja sama dalam membesarkan anak demi menjaga kesejahteraan dan stabilitas emosional anak.
Pada dasarnya, co-parenting berfokus pada kebutuhan anak di atas ego atau konflik pribadi orang tua. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang stabil dan penuh kasih sayang, sehingga anak tetap merasa dicintai dan didukung oleh kedua orang tua. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengasuhan co-parenting, di antaranya; Kolaborasi dan Komunikasi. Dalam hal ini kedua orang tua harus menjalin komunikasi yang efektif dan terbuka mengenai jadwal, pendidikan, kesehatan, serta kebutuhan anak lainnya. Berikutnya adalah konsistensi, yakni menetapkan aturan dan batasan yang konsisten di kedua rumah sangat penting agar anak tidak merasa bingung.Hal yang tak boleh dilupakan adalah mengutamakan anak, baik ayah maupun ibu harus mengesampingkan perasaan pribadi dan selalu memprioritaskan kepentingan terbaik untuk anak. Dan terakhir adalah saling menghormati. Meskipun hubungan romantis telah berakhir, kedua belah pihak perlu menunjukkan rasa hormat satu sama lain di depan anak.
Keuntungan Co-Parenting
Pola asuh co-parenting memiliki banyak keuntungan, terutama bagi anak. Namun, ada juga beberapa kekurangan dan tantangan yang perlu dihadapi oleh orang tua. Keuntungan yang pertama adalah Stabilitas Emosional Anak. Dengan co-parenting, anak tetap mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari kedua orang tua. Hal ini dapat mengurangi stres, kecemasan, dan kebingungan yang sering dialami anak saat orang tuanya bercerai. Anak akan merasa aman karena tahu kedua orang tuanya tetap hadir dalam hidup mereka. Kedua, Contoh Hubungan yang Baik. Ketika orang tua bisa bekerja sama dan saling menghormati meski sudah berpisah, anak akan melihat contoh nyata tentang bagaimana menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat. Ini menjadi bekal penting bagi anak untuk membangun hubungan baik di masa depan. Keuntungan beriktnya, adanya pembagian tanggung jawab. Kedua orang tua bisa berbagi tugas dan tanggung jawab dalam mengasuh anak, mulai dari urusan sekolah, kesehatan, hingga kegiatan sehari-hari. Hal ini meringankan beban, baik secara fisik maupun emosional, yang mungkin dirasakan oleh orang tua tunggal. Selain itu, perkembangan anak lebih optimal. Anak yang diasuh dengan co-parenting cenderung memiliki perilaku yang lebih baik, prestasi akademik yang lebih stabil, dan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan.
Meski banyak keuntungan, Co-Parenting juga memiliki beberapa kekurangan, di antaranya adanya potensi konflik Meskipun niatnya baik, perbedaan gaya pengasuhan, nilai-nilai, atau prioritas antar orang tua bisa memicu konflik. Jika perbedaan ini tidak dikelola dengan baik, anak justru bisa merasa terjebak di tengah-tengah perselisihan orang tuanya. Berikutnya, Inkonsistensi Aturan. Aturan yang berbeda di rumah ayah dan ibu bisa membuat anak bingung. Contohnya, jam tidur yang ketat di satu rumah dan lebih longgar di rumah lainnya. Konsistensi sangat penting, dan mencapainya bisa menjadi tantangan.
Yang tak kalah pelik, masalah logistik dan koordinasi yang rumit: Co-parenting membutuhkan koordinasi jadwal yang ketat, terutama jika jarak rumah ayah dan ibu berjauhan. Hal ini bisa melelahkan bagi anak karena harus berpindah-pindah tempat dan menyesuaikan diri dengan dua lingkungan yang berbeda.
Nah, hal yang paling sensitif dalam pengasuhan Co-Parenting adalah ketika muncul pasangan baru. Ketika salah satu atau kedua orang tua memiliki pasangan baru, dinamika co-parenting bisa menjadi lebih rumit. Diperlukan komunikasi yang ekstra hati-hati agar anak tidak merasa tertekan atau harus memilih salah satu pihak.
Beberapa artis yang menerapkan konsep pengasuhan co-parenting seperti Gisela Anastasia dan Gading Marten, Marshanda dan Ben Kasyfani, Deddy Corbuzier dan Kalina Octarany, Baim Wong dan Paula Verhouven.
Secara keseluruhan, co-parenting bisa menjadi solusi yang sangat baik untuk memastikan kesejahteraan anak setelah perceraian, asalkan kedua orang tua benar-benar berkomitmen untuk bekerja sama dan mengesampingkan ego pribadi demi kebahagiaan anak.
*Ay