Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
FAMILY BUSINESSES

Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (5): Pelarian di Balik Surat Panggilan

12
×

Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (5): Pelarian di Balik Surat Panggilan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi gambar rapat keluarga Brajantara. (Foto: AI/Gemini)
toplegal

PAGI itu, kantor Brajantara Construction diselimuti ketegangan. Seorang petugas datang membawa amplop cokelat.

Isinya surat panggilan resmi dari Kejaksaan. Papa diminta hadir sebagai saksi dalam penyelidikan dugaan tindak pidana pencucian uang.

TOP LEGAL PRO

Aku membaca surat itu dengan jantung berdegup kencang. Mama langsung lemas di sofa, wajahnya pucat. Sementara Bram menatap Papa tajam.

“Pa, ini sudah nyata. Kalau Papa tidak hadir, status bisa berubah jadi tersangka. Jangan coba-coba main api.”

Papa tetap tenang, bahkan terlalu tenang. Ia meraih rokok, menyalakannya, dan menghembuskan asap dengan santai.

“Kalian panik berlebihan. Semua ini hanya manuver politik. Mereka tidak bisa menjatuhkan Papa begitu saja.”

Bruno membanting tangannya ke meja. “Pa! Jangan anggap remeh. Kalau Papa kabur, sama saja mengakui bersalah.”

Baca Juga:  Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (3): Sorotan Media, Retaknya Keluarga

Tapi kabar lain segera beredar. Papa menghubungi orang dalam Kejaksaan dan mencari cara agar pemeriksaan ditunda.

Bahkan ada rencana ia akan terbang keluar negeri dengan alasan tugas partai.

Mama menangis mendengar itu. Ia menutupi wajah dengan kedua tangannya. “Kau tega, Pa? Kau tega tinggalkan kami menghadapi aib ini sendirian?”

Pertengkaran pecah di ruang rapat keluarga. Bram mendesak agar perusahaan mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Brajantara Construction akan kooperatif.

Bruno menolak. “Kalau kita bilang begitu, sama saja kita khianati Papa!”

Aku, Brina, akhirnya bersuara lantang. “Bukan mengkhianati, Bruno. Justru ini satu-satunya cara menyelamatkan perusahaan. Kalau Papa memilih kabur, maka kita harus memilih berdiri.”

Baca Juga:  Drama Tes DNA Hancurkan Bisnis Keluarga (7): Keputusan Besar

Ketika Papa masuk, suasana semakin panas. Dengan suara tajam ia berkata, “Kalian tidak paham dunia politik. Ini semua soal kekuasaan, bukan soal benar atau salah. Kalau kalian tidak bisa ikut, jangan halangi Papa.”

Malam itu, rumah Brajantara pecah oleh teriakan dan tangisan. Dan di luar, kamera wartawan terus menunggu.

Dunia menanti apakah Papa akan hadir memenuhi panggilan hukum, atau memilih melarikan diri dari keadilan.

(Bersambung) 

TEMANISHA.COM