TOPMEDIA – Polri sedang menyusun Peraturan Kapolri (Perkap) terkait penanganan unjuk rasa. Hal itu disampaikan Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo sebagai bagian upaya reformasi di kepolisian Republik Indonesia kata Dedi.
“Polri saat ini sedang menyusun Perkap baru terkait penanganan unjuk rasa sebagai bagian dari perubahan institusi menuju ke arah yang lebih baik,” kata Komjen Dedi saat menghadiri Simulasi Penanganan Unras Apel Kasatwil Tahun 2025 di Lapangan Nagara Yanottama, Satlat Brimob Cikeas, Bogor, Rabu (26/11/2025).
Penyusunan Perkap dilakukan dengan mempertimbangkan masukan dari koalisi masyarakat sipil, pakar, akademisi, serta berbasis studi.
Penyusunan akan mengambil referensi dari Inggris untuk memperdalam konsep code of conduct, lanjut Dedi.
“Penyusunan Perkap dilakukan secara matang dengan mempertimbangkan masukan dari koalisi masyarakat sipil, pakar, akademisi, serta berbasis studi komparatif, termasuk rencana referensi ke Inggris untuk memperdalam konsep code of conduct,” ujarnya.
Studi komparatif di Inggris akan dilakukan pada Januari 2026. Hal itu ditujukan untuk lima siklus dalam bertindak yang menjadi standar di kepolisian Inggris.
“Pada Januari akan dilaksanakan studi komparatif ke Inggris untuk mendalami lima siklus dalam bertindak yang menjadi standar di kepolisian di negara tersebut,” katanya.
“Aturan baru nantinya akan menggantikan pola tiga tahapan (hijau-kuning-merah) menjadi lima tahapan dengan enam cara bertindak,” imbuhnya.
Dedi memberi arahan pada setiap komandan lapangan agar membuat laporan terperinci mengenai cara bertindak dalam lima tahapan unjuk rasa.
Laporan itu akan menjadi bahan evaluasi meningkatkan profesionalisme penanganan unjuk rasa.
“Setiap komandan lapangan wajib membuat laporan terperinci mengenai cara bertindak dalam lima tahapan unras dalam bentuk decision log sebagai bahan evaluasi dan akuntabilitas untuk meningkatkan profesionalisme penanganan unras ke depan,” tuturnya.
Para Kapolres, lanjut Dedi, adalah calon pemimpin Polri di masa depan. Menurutnya, perubahan Polri ke arah yang lebih baik ditentukan oleh kualitas SDM.
“Para Kapolres adalah calon pemimpin Polri di masa depan, sehingga perubahan Polri ke arah yang lebih baik ditentukan oleh kualitas SDM yang mengisinya,” ucapnya.
Dedi menekankan bahwa Polri bukan institusi yang antikritik. Dedi mengatakan masukan dari masyarakat, akademisi, dan pemerhati diterima dan menjadi dasar perbaikan.
“Polri bukan organisasi antikritik. Masukan dari masyarakat, akademisi, dan pemerhati menjadi dasar bagi Polri untuk berubah menjadi lebih profesional dan dipercaya publik,” katanya.
Dedi pun mengapresiasi seluruh jajaran Polri atas kinerja setahun terakhir. Dia mengingatkan pentingnya menyamakan visi dengan program Akselerasi Transformasi Polri dan Quick Wins.
“Mengambil pembelajaran dari Agustus Kelabu dan Black September, khususnya terkait kelayakan tenda personel di lapangan, yang harus diperbaiki agar lebih layak bagi pergantian pasukan yang berlangsung hingga satu bulan,” ujarnya. (*)



















