TOPMEDIA – Pada semester pertama tahun 2025, okupansi hotel berbintang mengalami penurunan. Menurut Kementerian Pariwisata, penurunan tersebut diperkirakan bukan karena menurunnya jumlah wisatawan, akan tetapi karena wisatawan memilih menginap di akomodasi alternatif seperti vila.
Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menyoroti hal tersebut. Dimana dalam paparan kinerja sektor pariwisata selama semester I tahun 2025, dia menyampaikan bahwa okupansi hotel selama Januari sampai Juni 2025 menurun 3,54 poin persentase dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya.
“Ini masih kita soroti terus, karena terdapat beberapa kemungkinan, mulai dari kemungkinan wisatawan menginap di akomodasi alternatif,” katanya, dikutip Senin (18/8).
Kehadiran akomodasi alternatif yang tidak terdata dan tidak memiliki izin usaha akomodasi pariwisata semacam itu menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dalam penyediaan layanan akomodasi pariwisata.
“Di sisi konsumen, akomodasi alternatif yang tidak terdaftar juga tidak memberikan perlindungan,” kata Menteri Pariwisata.
Meskipun tingkat huniannya menurun, Widiyanti mengatakan, jumlah kamar hotel yang disewa selama paruh pertama tahun 2025 meningkat 11,53 persen dibanding pada semester pertama 2024.
Data tersebut dinilai menunjukkan bahwa permintaan layanan akomodasi hotel masih kuat, tetapi persediaan kamar hotel juga tumbuh cepat.
“Kami sebetulnya menghargai pertumbuhan usaha pariwisata lewat akomodasi alternatif, seperti vila. Hal ini membantu ketersediaan fasilitas akomodasi untuk wisatawan, bahkan menawarkan pengalaman menginap yang unik di destinasi,” kata Widiyanti.
Sementara itu, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizki Handayani Mustafa sebelumnya menyampaikan bahwa sarana akomodasi ilegal yang memasarkan layanan melalui platform daring dapat mengancam kelangsungan industri perhotelan di Indonesia.
Penawaran layanan akomodasi tidak resmi di vila maupun hunian pribadi di Bali dan kota-kota besar lain melalui online travel agent (OTA) asing dinilai mengancam keberlangsungan usaha para pelaku industri pariwisata yang taat aturan.
“Keberadaan mereka bukan hanya membuat persaingan tidak sehat, tapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem pariwisata lokal yang telah taat regulasi,” kata Rizki.
Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Kementerian Pariwisata bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk memblokir akses ke platform digital yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dalam upaya menghadirkan persaingan usaha yang sehat.
Kementerian juga membuka dialog konstruktif dengan para penyedia platform digital asing untuk menghadirkan solusi bagi para pelaku usaha pariwisata di Indonesia.
Menjamurnya akomodasi alternatif ilegal terjadi seiring meningkatnya permintaan, daya beli, dan minat masyarakat akan pariwisata.
Selain akomodasi ilegal, pertumbuhan akomodasi legal juga terus meningkat.
Rincian jumlah hotel dan akomodasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir:
- 2024: 31.175 usaha akomodasi, terdiri dari 4.584 hotel berbintang dan 26.591 hotel non-bintang atau akomodasi lainnya.
- 2023: 29.005 usaha akokodasi, terdiri dari 4.129 hotel berbintang dan 24.876 hotel non-bintang atau akomodasi lainnya.
Persebaran hotel terbanyak di Provinsi Bali yakni mencapai 4.154 usaha, Jawa Timur 4.055 usaha, dan Jawa Barat 3.125 usaha.
Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa industri perhotelan dan akomodasi di Indonesia terus berkembang, didorong oleh peningkatan pariwisata dan minat wisatawan untuk menginap di berbagai jenis akomodasi. (*)