TOP MEDIA – Sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan pencucian uang atas nama Nikita Mirzani kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (31/07/2025).
Suasana sidang terasa panas saat Nikita hadir di kursi terdakwa. Sebab, Nikita meminta izin menyampaikan pernyataan penting setelah hakim menolak permintaannya memutar rekaman bukti.
Ia mengklaim adanya upaya kriminalisasi terstruktur dari pihak lawan.
Bukti tersebut diklaim penting untuk membuktikan konspirasi yang merugikan dirinya.
Namun, Hakim menyatakan bahwa permintaan tersebut tidak dapat dikabulkan saat itu karena belum melalui prosedur pembuktian yang sah.
Penolakan itu menimbulkan ketegangan di ruang sidang.
Menurut perluasan dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bukti elektronik atau video dapat diajukan sebagai alat bukti jika memenuhi syarat formil dan materil.
Di antaranya, harus diajukan lewat mekanisme yang diatur, seperti saat pemeriksaan saksi.
Penolakan hakim bisa dianggap sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menyebut bahwa hakim harus meyakini kebenaran materiil berdasarkan alat bukti yang sah dan prosedural. Jika tidak memenuhi syarat, maka bisa ditolak.
Pakar hukum menilai bahwa meskipun bukti itu penting, pengadilan berwenang untuk menunda atau menolak pemutaran jika belum waktunya. Hal ini bertujuan menjaga alur pembuktian tetap sesuai dengan hukum acara.
Nikita dan tim kuasa hukumnya tetap berkeras bahwa rekaman tersebut adalah kunci membongkar upaya kriminalisasi terhadap dirinya. Mereka berencana mengajukan kembali bukti itu secara formil.
Hakim juga mengingatkan bahwa pengadilan bukan tempat adu opini, melainkan forum pembuktian yang tunduk pada norma-norma KUHAP. Semua pihak diminta menghormati tahapan persidangan.
Kejadian ini menjadi sorotan publik karena menyingkap kompleksitas pengajuan bukti seperti rekaman digital dan sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi pada minggu depan dengan pengajuan ulang bukti rekaman bisa dilakukan secara prosedural. (*)