Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP NEWS

Ramai Isu Pengangkatan PPPK Paruh Waktu, Muncul Dugaan Jual Beli Kursi

59
×

Ramai Isu Pengangkatan PPPK Paruh Waktu, Muncul Dugaan Jual Beli Kursi

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Belakangan ini, isu pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu menjadi pegawai penuh waktu sedang ramai dibicarakan. Banyak pihak menaruh harapan besar pada kebijakan ini, tapi di sisi lain, muncul juga kekhawatiran akan praktik tak sehat di balik prosesnya.

Sampai awal November 2025, ternyata belum banyak pemerintah daerah yang menyerahkan Surat Keputusan (SK) untuk PPPK paruh waktu. Beberapa daerah bahkan baru akan mulai menugaskan mereka pada 2026 mendatang.

HALAL BERKAH

Sesuai aturan dalam Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025, masa kerja PPPK paruh waktu berlaku selama satu tahun. Setelah itu, status mereka bisa diperpanjang atau diangkat menjadi pegawai penuh waktu, tergantung hasil evaluasi kinerja setiap triwulan dan tahunan.

Baca Juga:  BPOM Temukan 23 Kosmetik Berbahaya, Kandungannya Bisa Picu Kanker hingga Rusak Organ

Namun, di tengah proses yang seharusnya berjalan objektif itu, muncul kabar kurang sedap. Ketua Umum Aliansi R2-R3 Indonesia, Faisol Mahardika, mengungkap adanya dugaan praktik “jual beli kursi” dalam proses alih status dari paruh waktu ke penuh waktu.

“Dari laporan yang kami terima, sudah ada gelagat jual beli jabatan PPPK full time. Karena itu, kami akan terus mengawal agar proses ini tetap bersih dari kepentingan,” kata Faisol, Senin (3/11).

Faisol menilai pemerintah tidak boleh lepas tangan dalam masa transisi ini. Jika pengawasan lemah dan aturan tidak dijalankan dengan tegas, praktik nepotisme dan jual beli jabatan bisa dengan mudah tumbuh di daerah.

Baca Juga:  Cagar Budaya Gedung Negara Grahadi Dibakar Massa Unjuk Rasa

Ia juga mengingatkan Menteri PAN-RB Rini Widyantini agar fokus menyelesaikan masalah PPPK paruh waktu yang sudah tercatat di database Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Jangan sampai pegawai yang sudah ada di database justru tersingkir oleh oknum non-database yang punya koneksi atau uang,” ujarnya.

Menurutnya, jika hal itu terjadi, bukan hanya sistem kepegawaian yang terganggu, tapi juga bisa menimbulkan kekacauan dan dianggap melanggar aturan. (*)

TEMANISHA.COM