TOPMEDIA – Ambisi Mark Zuckerberg dalam mengarahkan Meta ke sektor kecerdasan buatan (AI) menghadapi tantangan besar. Pada Kamis (30/10/2025), saham Meta anjlok tajam sebesar 12,3%, penurunan terdalam sejak Oktober 2022.
Dampaknya, kekayaan pribadi Zuckerberg menyusut hingga USD 29,2 miliar atau sekitar Rp 470 triliun hanya dalam satu hari perdagangan, membuatnya terlempar dari posisi tiga besar orang terkaya dunia versi Bloomberg Billionaires Index.
Saham Meta ditutup di level USD 658,50, menghapus sebagian besar keuntungan yang dikumpulkan sepanjang tahun.
Kini, kekayaan Zuckerberg tercatat sekitar USD 228,5 miliar, menempatkannya di posisi kelima di bawah Jeff Bezos dan Larry Page. Sebelumnya, Zuckerberg berada di peringkat tiga, bersaing dengan Larry Ellison dan Elon Musk.
Penurunan saham dipicu laporan keuangan kuartal ketiga (Q3) 2025 yang mengecewakan investor. Laba bersih per saham (EPS) tercatat hanya USD 1,05, jauh di bawah ekspektasi analis sebesar USD 6,72, turun 83% secara tahunan. Padahal, pendapatan Meta justru naik ke USD 51,2 miliar, melampaui proyeksi USD 49,5 miliar.
Penyebab utama penurunan laba adalah biaya pajak satu kali sebesar USD 15,9 miliar akibat implementasi kebijakan pajak baru “One Big Beautiful Bill Act” dari Presiden AS Donald Trump.
Meta menegaskan bahwa biaya ini bersifat non-tunai dan akan mengurangi kewajiban pajak di masa mendatang. Tanpa beban tersebut, EPS Meta diperkirakan mencapai USD 7,25.
Di bawah kepemimpinan Zuckerberg, Meta tengah bertransformasi dari perusahaan media sosial menjadi raksasa AI konsumen.
Melalui divisi Superintelligence Labs, Meta merekrut talenta global untuk mengembangkan “AI superintelligence pribadi” bagi miliaran pengguna.
Salah satu produk unggulan, Vibes, platform video generatif AI telah menghasilkan lebih dari 20 miliar gambar sejak diluncurkan pada September 2025.
Namun, langkah agresif ini memicu kekhawatiran investor. Meta mengumumkan rencana penjualan obligasi senilai USD 30 miliar untuk mendanai proyek AI, serta menaikkan belanja modal (capex) 2025 menjadi USD 70–72 miliar, dengan potensi meningkat ke USD 118 miliar pada 2026.
Beberapa analis Bloomberg menurunkan peringkat saham Meta, menilai pengeluaran besar-besaran ini berisiko menekan profit jangka pendek.
Zuckerberg tetap optimistis, menyebut investasi AI sebagai “pergeseran paradigma generasional” yang akan menghasilkan keuntungan besar dalam jangka panjang.
Penurunan tajam saham Meta dan dampaknya terhadap kekayaan Mark Zuckerberg mencerminkan dinamika kompleks antara inovasi teknologi dan ekspektasi pasar.
Di tengah transformasi menuju AI superintelligence, Meta menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan visi jangka panjang dengan tekanan profitabilitas jangka pendek.
Fenomena ini juga menggambarkan turbulensi sektor teknologi global, di mana strategi agresif bisa berujung pada volatilitas ekstrem.
Dunia kini menanti apakah langkah Zuckerberg akan menjadi lompatan besar atau justru batu sandungan dalam sejarah industri AI. (*)



















