Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
LIFESTYLE

Kenapa Saat Stres Justru Jadi Banyak Makan? Ini Penjelasan Psikolog

41
×

Kenapa Saat Stres Justru Jadi Banyak Makan? Ini Penjelasan Psikolog

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Ketika stres melanda, sebagian orang justru jadi lebih sering makan, bahkan tanpa sadar berlebihan. Fenomena ini disebut emotional eating, saat emosi memengaruhi nafsu makan seseorang.

Psikolog Klinis LIGHThouse Clinic, Naomi Tobing, menjelaskan bahwa setiap orang punya reaksi berbeda terhadap stres. “Ada yang kalau stres malah banyak makan, ada juga yang justru kehilangan nafsu makan. Ini tergantung pada kepribadian dan kebiasaan masing-masing,” ujarnya dalam acara peluncuran Kompetisi LIGHTweight Challenge (LWC) di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

HALAL BERKAH

Naomi menambahkan, stres ringan seperti tekanan di tempat kerja atau masalah kecil sehari-hari biasanya membuat seseorang ingin makan lebih banyak. Namun, jika stres yang dialami tergolong berat hingga menyebabkan depresi, justru bisa membuat nafsu makan menghilang.

Baca Juga:  Mandi Galon dan Flexing Elite: Ketika Simbol Jadi Luka Sosial

Meski begitu, kondisi emotional eating tidak boleh dianggap sepele. “Banyak orang mengalami stres ringan setiap hari, sehingga perilaku emotional eating ini sangat umum terjadi,” jelas Naomi.

Menurutnya, tubuh sebenarnya sedang mencari cara cepat untuk menstabilkan emosi. Otak kemudian merespons dengan melepaskan hormon endorfin yang menimbulkan rasa nyaman, dan hal ini membuat seseorang terdorong untuk makan lebih banyak. “Tujuannya supaya emosi cepat stabil, tidak sedih, tidak marah. Tapi lama-lama, kebiasaan ini bisa berdampak buruk,” katanya.

Jika terus dibiarkan, emotional eating bukan hanya menyebabkan kenaikan berat badan, tetapi juga membuat seseorang tidak terbiasa mengelola emosinya dengan sehat. Akibatnya, kemampuan mengenali dan mengatur emosi—atau emotional intelligence—jadi menurun.

Baca Juga:  Puspaga RW, Program Surabaya untuk Gaya Hidup Keluarga Sehat dan Harmonis

Naomi menuturkan, banyak dokter gizi akhirnya bekerja sama dengan psikolog karena pasiennya sulit menurunkan berat badan akibat faktor emosi. “Biasanya setelah dikonsultasikan dengan psikolog, ditemukan akar masalahnya justru dari stres yang belum terkelola,” ujarnya.

Sementara itu, Chief Marketing Officer LIGHT Group, Anna Yesito Wibowo, menambahkan bahwa sekitar 95 persen masyarakat Indonesia gagal diet karena salah strategi dan kurang pendampingan. “Untuk mencapai berat badan ideal, kita harus mengubah cara pandang terhadap makanan. Makanan bukan musuh. Yang penting tahu mana yang perlu dijaga dan mana yang harus dibatasi,” kata Anna.

Ia menegaskan, menikmati makanan tetap bisa dilakukan tanpa rasa bersalah—asal tidak dijadikan pelarian setiap kali stres datang. (*)

Baca Juga:  Kabar Duka Selimuti Musik Indonesia, Acil Bimbo Meninggal Dunia di Usia 82 Tahun

 

TEMANISHA.COM