TOPMEDIA – Jepang tengah menghadapi krisis kesehatan yang serius setelah lonjakan kasus influenza terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan.
Pemerintah secara resmi menetapkan status epidemi flu nasional pada awal Oktober 2025, menyusul peningkatan tajam jumlah pasien rawat inap di rumah sakit (RS) dan penutupan ratusan sekolah di berbagai wilayah.
Kondisi ini menekan sistem kesehatan masyarakat dan memicu kekhawatiran akan penyebaran virus yang lebih agresif dibanding musim-musim sebelumnya.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan Jepang, rata-rata nasional telah melampaui ambang batas epidemi, yakni 1,04 pasien per fasilitas medis, angka yang belum pernah tercatat sedini ini dalam satu musim.
Para ahli memperingatkan bahwa virus influenza tahun ini menunjukkan pola penyebaran yang lebih cepat dan adaptif, menimbulkan tantangan baru bagi otoritas kesehatan.
Biasanya, musim flu di Jepang memuncak pada akhir November hingga Desember. Namun, tahun ini wabah muncul sekitar lima minggu lebih awal.
Hingga 3 Oktober 2025, lebih dari 4.000 orang telah dirawat di rumah sakit, meningkat empat kali lipat dibanding minggu sebelumnya.
Setidaknya 135 sekolah dan pusat penitipan anak ditutup sementara, terutama di wilayah Tokyo, Okinawa, dan Kagoshima.
Salah satu kasus mencolok terjadi di Prefektur Yamagata, di mana 22 dari 36 siswa di sebuah sekolah dasar mengalami gejala flu secara bersamaan, memaksa pihak sekolah untuk menutup sementara kegiatan belajar-mengajar.
Lonjakan cepat ini menunjukkan bahwa anak-anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap penyebaran virus.
Profesor Yoko Tsukamoto dari Health Sciences University of Hokkaido menyatakan bahwa musim flu tahun ini datang jauh lebih awal dan kemungkinan besar dipengaruhi oleh perubahan global, termasuk mobilitas penduduk dan perjalanan internasional.
“Dalam kondisi global yang terus berubah, pola seperti ini bisa menjadi hal yang umum di masa depan,” ujarnya
Ia menambahkan bahwa masyarakat perlu mengambil langkah pencegahan sederhana seperti vaksinasi, mencuci tangan, dan menghindari kontak langsung dengan orang yang menunjukkan gejala flu.
Menurutnya, beberapa strain influenza mungkin telah berevolusi menjadi lebih mudah menular atau lebih tahan terhadap pengobatan standar, dan tren serupa juga terlihat di negara lain.
Lonjakan pasien membuat rumah sakit di Jepang kembali menghadapi antrean panjang dan kekurangan tenaga medis, mengingatkan pada situasi pandemi COVID-19.
Otoritas kesehatan meminta masyarakat untuk tidak datang ke rumah sakit tanpa gejala berat dan segera mencari nasihat medis jika mengalami tanda-tanda flu.
Pemerintah Jepang juga mendorong vaksinasi dini, khususnya bagi kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, dan individu dengan penyakit kronis.
“Bagi sebagian besar orang sehat, flu mungkin hanya terasa tidak nyaman, tetapi bagi kelompok rentan, vaksinasi dini sangat penting,” tegas Profesor Tsukamoto
Status epidemi influenza nasional yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang menjadi peringatan penting akan potensi perubahan perilaku virus di masa depan.
Lonjakan kasus yang muncul lebih awal dari biasanya menunjukkan bahwa sistem kesehatan harus lebih adaptif dan responsif terhadap ancaman penyakit menular.
Dengan rumah sakit yang mulai kewalahan dan sekolah-sekolah ditutup, langkah pencegahan seperti vaksinasi, kebersihan pribadi, dan edukasi publik menjadi kunci utama dalam menekan penyebaran virus.
Jepang kini berada di garis depan dalam menghadapi tantangan influenza modern, dan dunia pun ikut mengamati bagaimana negara ini merespons krisis kesehatan yang berkembang cepat. (*)