TOPMEDIA – Pemerintah Indonesia terus mematangkan strategi penyaluran subsidi energi agar lebih tepat sasaran melalui pemanfaatan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
Subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG), dan listrik akan diarahkan kepada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan, dengan basis data yang terintegrasi dan akurat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa dirinya bersama Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, telah lama menggodok rencana ini.
Saat ini, proses verifikasi dan sinkronisasi data dari berbagai sumber seperti Pertamina dan PLN sedang berlangsung.
“Tujuannya agar data yang disajikan betul-betul tepat sasaran. Kita sedang cross-check, dan datanya sudah hampir selesai,” ujar Bahlil dalam acara penandatanganan Nota Kesepahaman di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah tetap mempertahankan skema subsidi berbasis komoditas, khususnya untuk LPG 3 kg.
Meski ada wacana peralihan ke subsidi berbasis penerima, Bahlil menegaskan bahwa pengendalian penerima akan dilakukan melalui batas desil ekonomi, yakni maksimal hingga desil 7 atau 8.
DTSEN yang dikelola oleh BPS akan menjadi acuan utama dalam menentukan kuota subsidi. Pendataan akan dilakukan secara menyeluruh, termasuk melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK), untuk memastikan bahwa subsidi tidak jatuh ke tangan masyarakat mampu.
“Kita nanti kontrol dari kuotanya, dan datanya tunggal dari BPS. Teknisnya akan dirapatkan setelah APBN disahkan,” jelas Bahlil.
Ia juga mengimbau masyarakat dari kelompok ekonomi atas untuk tidak menggunakan LPG subsidi. “Desil 8, 9, 10 saya pikir mereka dengan kesadaran harusnya tidak pakai LPG 3 kg,” tegasnya.
Upaya pemerintah dalam merancang penyaluran subsidi energi berbasis data tunggal menunjukkan komitmen untuk meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam kebijakan fiskal.
Dengan dukungan DTSEN, subsidi BBM, LPG, dan listrik diharapkan benar-benar menyasar kelompok masyarakat yang membutuhkan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menekankan bahwa akurasi data lebih penting daripada kecepatan implementasi. Ia berharap skema ini dapat diterapkan mulai 2026, setelah seluruh proses pendataan dan verifikasi rampung.
“Insyaallah, doakan agar bisa lebih cepat dan lebih baik. Tapi apalah artinya kita mau cepat kalau datanya tidak akurat,” pungkasnya. (*)