Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
EDUTECH

Menuju Pendidikan Tinggi Inklusif, Kemdiktisaintek Reformasi Sistem Sertifikasi Dosen, Hapus TKDA dan TKBI

21
×

Menuju Pendidikan Tinggi Inklusif, Kemdiktisaintek Reformasi Sistem Sertifikasi Dosen, Hapus TKDA dan TKBI

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi dosen sedang mengajar di kelas.
toplegal

TOPMEDIA – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) terus menunjukkan komitmennya dalam menghadirkan kebijakan pendidikan tinggi yang inklusif dan berdampak nyata. Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam transformasi sertifikasi dosen (Serdos) di Indonesia.

Melalui Keputusan Dirjen Dikti Nomor 53/B/KPT/2025, Kemdiktisaintek secara resmi menghapus syarat Tes Kemampuan Dasar Akademik (TKDA) dan Tes Kemampuan Bahasa Inggris (TKBI) sebagai bagian dari proses sertifikasi. Sebagai gantinya, penilaian kini akan berfokus pada portofolio dan unjuk kerja Tridharma perguruan tinggi, yakni pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

HALAL BERKAH

Direktur Sumber Daya Kemdiktisaintek, Sri Suning Kusumawardani, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memperluas akses dan memastikan keadilan bagi seluruh dosen, termasuk mereka yang menyandang disabilitas. “Pelaksanaan sertifikasi dosen tahun ini bukan sekadar capaian administratif, melainkan refleksi komitmen kami terhadap kesejahteraan dan profesionalisme dosen,” ujar Sri Suning dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Sertifikasi Dosen 2025, Senin (13/10).

Baca Juga:  Ingin Lanjut Kuliah S2/S3? Ini Daftar Beasiswa yang Masih Buka dan Wajib Kamu Coba!

Ia menambahkan, Kemdiktisaintek secara aktif memantau seluruh peserta Serdos, termasuk dosen disabilitas, sejak awal hingga akhir proses. Dengan pendekatan baru ini, diharapkan sistem sertifikasi menjadi lebih inklusif, adaptif, dan berpihak pada keberagaman.

Hasil evaluasi menunjukkan perubahan positif. Seluruh dosen disabilitas peserta Serdos 2025 menyatakan prosesnya kini jauh lebih mudah, transparan, dan manusiawi. Penghapusan tes akademik dinilai mampu menghilangkan hambatan psikologis dan administratif yang sebelumnya menjadi kendala. Selain itu, platform SISTER kini juga dinilai lebih ramah disabilitas, didukung oleh pendampingan teknis dari perguruan tinggi dan tim Kemdiktisaintek.

Beberapa dosen disabilitas bahkan mengaku baru kali ini dapat mengikuti proses sertifikasi dengan lancar setelah sebelumnya gagal akibat persyaratan yang sulit dipenuhi.

Baca Juga:  Mahasiswa ITS Rancang RoboGo untuk Atasi Banjir Akibat Gorong Gorong Tersumbat

Tenaga ahli Serdos, Fajar Subkhan dan Ivan Hanafi, menilai kebijakan baru ini merupakan langkah penting menuju kesetaraan di dunia pendidikan tinggi. “Kebijakan ini menjadi bagian dari ekosistem pendidikan tinggi yang inklusif,” ujar Fajar.

Mereka juga mendorong langkah lanjutan, seperti pemetaan jenis disabilitas, penyusunan panduan operasional dalam format aksesibel (termasuk huruf braille), serta pendampingan selama proses pendidikan dan pengajaran. “Dengan begitu, teman-teman disabilitas tidak terlupakan dan kebutuhannya benar-benar terakomodasi,” tambah Ivan.

Sri Suning menegaskan kembali bahwa arah kebijakan baru ini sejalan dengan visi pemerintah untuk membangun ekosistem pendidikan tinggi yang setara dan humanis. “Kami akan terus melanjutkan kebijakan yang mengarah pada inklusivitas, karena melalui keberagaman dan kolaborasi, kita bisa saling menguatkan dan memajukan pendidikan tinggi Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga:  Rishi Sunak Jadi Penasihat di Microsoft dan Startup AI Anthropic

Kemdiktisaintek memastikan akan terus menyempurnakan kebijakan sertifikasi dosen dengan melibatkan organisasi disabilitas, memperluas fitur aksesibilitas dalam SISTER, dan memberikan pelatihan inklusivitas bagi perguruan tinggi.

Melalui semangat Diktisaintek Berdampak, kebijakan ini diharapkan menjadi langkah nyata menuju sistem pendidikan tinggi yang menghargai keberagaman, memperjuangkan kesetaraan, dan menegakkan profesionalisme dosen Indonesia. (*)

TEMANISHA.COM