Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP NEWS

25 Tahun Resolusi 1325: Perempuan Maluku Refleksi Peran dalam Merawat Perdamaian

48
×

25 Tahun Resolusi 1325: Perempuan Maluku Refleksi Peran dalam Merawat Perdamaian

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA, Ambon – Pada momentum Hari Perdamaian Internasional 2025, LAPPAN bersama INAATA Mutiara Maluku menggelar ruang Refleksi Perempuan Merawat Perdamaian dengan mengangkat tema Urgensi Integrasi Resolusi 1325 di Maluku.

Kegiatan yang berlangsung secara hybrid pada Selasa (30/9/2025) di American Corner Unpatti, Ambon, menghadirkan 50 peserta dari komunitas perempuan Latuhalat, Waringin, Kayutiga, serta sejumlah anak muda. Dari jaringan WPS Indonesia wilayah timur, hadir pula peserta secara daring.

HALAL BERKAH

Refleksi ini diawali dengan pemutaran film Harapan Baru yang merekam pengalaman perempuan Sulawesi Tengah dalam membangun perdamaian pascakonflik.

Kisah tersebut menghadirkan resonansi mendalam bagi perempuan Maluku, yang juga telah lama menjadi bagian dari upaya penyembuhan luka konflik dan merawat keberlanjutan perdamaian.

Baca Juga:  Prabowo Bangga dengan Sekolah Rakyat, Sebut Kunci untuk Memutus Rantai Kemiskinan

Dua narasumber utama dihadirkan, yakni Hosianna Rugun Anggreni, Governance/WPS Programme Analyst UN Women Indonesia, serta Arifah Rahmawati dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM, dengan dipandu jurnalis Ipeh Alydrus sebagai moderator.

Dalam refleksi, Arifah mengingatkan bahwa jauh sebelum lahirnya Resolusi 1325, perempuan Maluku telah lebih dulu menginisiasi gerakan damai melalui GPP (Gerakan Perempuan Peduli).

Menurutnya, warisan itu perlu terus dirawat sebagai pondasi membangun partisipasi bermakna dan keadilan inklusif di semua aspek kehidupan.

Sementara itu, Hosianna menegaskan bahwa pengalaman perdamaian di Maluku telah menjadi rujukan penting di tingkat nasional maupun internasional.

Ia mencontohkan kiprah mama-mama papalele dan jibu-jibu yang melalui aktivitas ekonomi mampu mendorong perubahan sosial, menurunkan tensi konflik, sekaligus memperkuat ketahanan komunitas.

Baca Juga:  Korupsi di Kemenag Hancurkan Impian 8.400 Jemaah yang Sudah Menanti 14 Tahun

Refleksi peserta, khususnya mama-mama komunitas, menekankan pentingnya memperkuat jejaring yang telah diinisiasi serta mendorong keterlibatan generasi muda.

“Gerakan damai yang diinisiasi mama-mama harus terus direfleksikan, dengan membangun kepercayaan, menumbuhkan keadilan yang setara, serta memastikan inklusi di semua aspek kehidupan,” tutup Arifah.

Para peserta sepakat, pengalaman perempuan dalam membangun perdamaian, baik melalui ruang-ruang ekonomi, sosial, maupun budaya, perlu terus didokumentasikan. Bukan sekadar catatan sejarah, melainkan warisan pembelajaran bersama bagi generasi Maluku dan bangsa Indonesia.

TEMANISHA.COM